Senin, 29 November 2010

Minangkabau, Estetika Adat Dibalik Keunikan Budaya Merantau (Ndak lakang dek paneh, ndak lapuak dek hujan)


Baru-baru ini telah ditayangkan di layar kaca film yang menggambarkan segelintir kehidupan masyarakat Minangkabau yaitu film Merantau yang diperankan oleh Iko Uwais dan digarap oleh  sutradara impor asal Inggris Gareth Huw Evans. Film Merantau bercerita tentang Seorang tokoh utama yang bernama Uda Yuda (Iko Uwais), seorang ahli bela diri Silat Harimau dari Minangkabau, Sumatra Barat. Yuda yang sama seperti pemuda pemuda daerahnya yang lain akan menjalani budaya warisan nenek moyang mereka yaitu “Merantau,” meninggalkan segala kenyamanan di kampung halaman mereka dan menuju ke hiruk pikuknya kota besar Jakarta Sebagai  sarana  penempa  mental dan pendewasaan, juga berharap bisa mendapatkan kesuksesan yang menciptakan nama besar saat mereka kembali ke kampung halaman nantinya.

   Tidak hanya Minangkabau, setiap masyarakat memilki keunikan sendiri-sendiri yang tidak bisa ditemukan di masyarakat lain, baik itu adat, budaya ataupun alamnya. Salah satunya adalah suku yang terkenal dengan Masakan Padangnya ini, Minangkabau.  Sebagai salah satu “penyumbang” kekayaan budaya nasional, budaya Minangkabau yang terletak di Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu budaya yang wajib kita ketahui sebagai generasi muda kader pemimpin bangsa. Berikut ini sekilas tentang keunikan Suku Minangkabau..

 Asal-Usul Nama Minangkabau
   Banyak versi yang menyebutkan tentang asal-usul nama Minangkabau ini. Namun ada satu versi yang paling populer dikalangan masyarakat Minangkabau, yaitu dari kata “Menang kerbau”. Dengan kata lain Minangkabau berarti “Kerbau yang Menang”. Penamaan ini berhubungan erat dengan sejarah terbentuknya Minangkabau yang diawali kemenangan dalam suatu pertandingan adu kerbau untuk mengakhiri peperangan melawan kerajaan Majapahit dari Pulau Jawa. Menurut legenda nama ini berasal dari peristiwa perselisihan antara kerajaan Minangkabau dengan kerajaan Majapahit yang ingin menguasai daerah Minangkabau. Untuk menghindari peperangan karena bala tentara dari Jawa sangat banyak maka setelah musyawarah dikalangan pemuka adat Minang akhirnya diusulkanlah pertandingan adu kerbau di antara kedua pihak. Akhirnya pihak Majapahit setuju dan diusunglah seekor kerbau yang besar dan ganas. Para datuk pemuka adat kembali bingung melihat kerbau Majapahit yang sedemikian besar. Musyawarahpun kembali digelar, akhirnya diputuskanlah suatu ide untuk mengusung seekor anak kerbau yang masih dalam masa menyusui  dengan tanduk yang ditajamkan. Anak kerbau itu ditahan untuk tidak menyusu dengan induknya beberapa hari.  Ketika akan diadu orang-orang Majapahit (mungkin si kerbau besar juga) tersenyum melihat kandidat yang akan bertarung bagai truk Tronton melawan bajai. Pertandingan pun dimulai, si anak kerbau yang kehausan karena di”puasa”kan menyusu langsung menyeruduk perut kerbau tersebut karena ingin mencari puting susunya untuk menghilangkan kehausannya. Kerbau besar tersebut mati seketika dan kekuasaan Minangkabau tetap berjaya dengan cara yang aman tanpa peperangan. Semenjak saat itulah sebagai kebanggaan masyarakat Minangkabau rumah adat Minangkabau yaitu Rumah Gadang (Rumah Besar) memiliki bentuk yang unik menyerupai tanduk kerbau. 










Sistim Kesukuan dan Karakter Orang Minangkabau
 Masyarakat Minangkabau merupakan masyarakat matrilineal yang terbesar di dunia. Oleh karena itu suku seorang anak di Minangkabau mengikuti suku ibunya. Ada banyak suku yang terdapat di Minangkabau diantaranya Koto, Piliang, Bodi, Chaniago, Jambak, Sikumbang, Simabua, Malayu, Tanjung, dan masih banyak lagi yang lainnya. Dalam masyarakat Minangkabau, seorang ibu mempunyai kedudukan yang istimewa, sangat penting dan menentukan. Perempuanlah yang melahirkan dan menjaga keturunan yang juga akan menentukan watak manusia yang di lahirkannya. Setiap Rumah Gadang (rumah adat minang,red) akan dikelolah oleh seorang Ibu [Bundo]. Maka berbicara tentang Rumah Gadang sangat erat kaitannya dengan peran perempuan di ranah minang. Ranahnya perempuan. Dalam hal perkawinan seseorang dilarang menikah sesama suku karena dianggap merupakan saudara sedarah. Dalam hal pewarisan harta pusaka diwaris menerusi nasab sebelah ibu. Beberapa pendapat mengatakan bahwa bahwa adat inilah yang menyebabkan ramai kaum lelaki Minangkabau untuk merantau ke seluruh Nusantara untuk mencari ilmu atau mencari kekayaan dengan berdagang.  Pemuda Minangkabau sejak umur 7 tahun sudah diajarkan untuk tidak tidur di rumah orang tuanya tapi tidur di surau ( mushalla) untuk diajarkan ilmu agama dan adat Minangkabau. Mereka diajarkan mengenai seluruh seluk beluk agama Islam dan budaya Minangkabau seperti petatah-petitih, kesenian adat hingga diajarkan Silek (Silat) khas Minangkabau. Masyarakat menganggap bahwa antara adat dan Islam merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar lagi sehingga seorang Minang tidak bisa dikatakan bahwa ia Minangkabau bila ia tidak beragama Islam. Hal ini tercermin dengan pepatah adat Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, Syarak Mangato, Adat Mamakai yang artinya adat bersendikan agama, agama bersendikan kitab Allah, agama yang menggariskan, adat yang menjalankan. Ada ungkapan tentang kereligiusan masyarakat Minangkabau ini dengan mengatakan bahwa kemanapun kita pergi di ranah Minang pasti akan mendengar kumandang Adzan dan kemanapun mata menengok pasti kita melihat mesjid, minimal mushalla. Setelah mulai remaja pemuda Minang digalakkan agar meninggalkan kampung untuk menimba ilmu dan pengalaman dengan harapan kelak pulang sebagai orang sukses dan bertanggungjawab kepada keluarga dan Nagari (kampung halaman). Maka tak heran jika PAD Sumbar setengahnya berasal dari para perantau. Dan ada humor yang mengatakan bahwa jika ingin melihat seluruh warga Sumatera Barat (Minangkabau) yang sesungguhnya datanglah ke sana sewaktu lebaran karena para perantau akan lengkap hadir berada di kampung halamannya dan jangan heran jika jasa rental mobil akan diburu karena para perantau yang pulang kampung “wajib” sukses, minimal kelihatan sukses lah sebagai pertanda ia pulang dari rantau orang.
Fakta Menarik Tentang Kesuksesan Orang Minang di Perantauan (Wikipedia)
  • Abdul Halim, bekas perdana menteri Indonesia
  • Abdul Muis, penulis, wartawan dan pejuang kebangsaan
  • Abdul Samad Idris, ahli politik, budayawan, sejarawan dan penulis Malaysia
  • Adnan Bin Saidi, wira Perang Dunia II
  • Adityawarman, raja Pagaruyung
  • Agus Salaim, pejuang kemerdekaan Indonesia
  • Ahmad Bustamam, pimpinan Perti Rakyat Malaysia
  • Amirsham Abdul Aziz, menteri Malaysia
  • Aznil Nawawi, artis Malaysia
  • Chairil Anwar, pujangga
  • Emil Salim, ahli ekonomi dan bekas menteri Indonesia
  • Fazwar Bujang, direktur utama PT Krakatau Steel Indonesia
  • Hamka, cendekiawan Islam, pujangga
  • Hasyim Ning, usahawan terkenal pada era Soekarno
  • Imam Bonjol, pemimpin gerakan Padri
  • Mohammad Amir, menteri Indonesia
  • Mohammad Hatta, wakil presiden Indonesia yang pertama dan salah seorang proklamator negara Indonesia
  • Mohammad Yamin, pencetus Sumpah Pemuda dan politikus terkemuka
  • Muhammad Natsir, bekas perdana menteri Indonesia
  • Norma Abbas, wanita pertama Hakim Besar Malaya
  • Rais Yatim, menteri Malaysia
  • Rashid Maidin, pimpinan Parti Komunis Malaya
  • Rasuna Said, parlemen wanita pertama di Indonesia
  • Rohana Kudus, aktivis wanita dan pengarang
  • Shamsiah Fakeh, pimpinan Angkatan Wanita Sedar
  • Sheikh Muszaphar Shukor Al Masrie bin Sheikh Mustapha, angkasawan pertama Malaysia
  • Sutan Syahrir, perdana menteri pertama Indonesia
  • Sutan Takdir Alisyahbana, pujangga dan ahli sastra Indonesia
  • Tan Malaka, bapak Republik Indonesia
  • Tuanku Abdul Rahman, Yang di-Pertuan Agong pertama Malaysia
  • Tuanku Nan Renceh, ketua dalam Perang Padri
  • Yusof Ishak, presiden pertama Singapura
  • Zainal Abidin Bin Ahmad, Ulama Melayu
  • Zubir Said, penggubah lagu kebangsaan Singapura, Majulah Singapura


Legenda Batu Malin Kundang          
Ada banyak legenda-legenda yang berkembang di tengah masyarakat Minangkabau. Salah satunya yang terkenal yaitu legenda Batu Malin Kundang. Batu Malin Kundang adalah batu yang menyerupai manusia tertelungkup di tanah. Letaknya di pantai Air Manis, Padang, Sumatera Barat. Menurut cerita turun-temurun masyarakat sekitar batu itu adalah seorang anak bernama Malin Kundang yang dikutuk jadi batu karena durhaka kepada ibunya. Dikisahkan dahulu kala di pesisir pantai di wilayah Sumatera Barat hiduplah sebuah keluarga nelayan miskin. Untuk mengubah nasib sang ayah pergi merantau berlayar ke negeri seberang. Tapi entah apa yang terjadi sang ayah yang ditunggu tak kunjung datang, maka terpaksalah ibu Malin Kundang menjadi tulang punggung keluarganya. Malin Kundang yang masih remaja merasa kasihan melihat ibunya. Suatu ide untuk merantau pun terlintas di fikirannya. Akhirnya ia mengutarakan niat merantaunya kepada ibunya. Ibunya menolak karena tak mau kejadian kehilangan suami terjadi pada anak semata wayangnya itu. Setelah didesak terus terpaksalah ibunya melepas Malin Kundang dengan berat hati. Malin pun berangkat dengan menumpang sebuah kapal dagang. Sang ibu terus melihat bergeraknya kapal hingga tak tampak lagi dari pandangan mata. Di atas kapal, Malin pun banyak belajar ilmu pelayaran dari anak buah kapal. Suatu hari kapal yang ditumpangi di rompak oleh bajak laut. Mereka membunuh semua yang ada di kapal tersebut kecuali Malin Kundang yang berhasil sembunyi. Akhirnya kapal pun terdampar di sebuah tanah yang subur. Malin pun memulai hidupnya di sana.
 Setelah sekian lama ia pun sukses dan memilki banyak armada kapal. Ia pun meminang seorang gadis di sana. Pada suatu hari Malin bersama istrinya pergi berlayar dan tak disangka ia sampai ke kampung halamannya dulu di pantai Air Manis di Padang. Ketika turun dari kapal ia melihat seorang wanita tua renta yang langsung dikenalinya adalah ibunya sedang duduk termenung di tepi pantai. Bisa dipastikan setiap hari ibu tersebut terus menunggu anak kebanggaan belahan jiwa nya akan pulang suatu hari menemuinya. Ibu tua itu pun mendekati Malin dengan berbangga hati, “ondeh yuang, baa kok baru kini ang pulang, lah taragakna den jo ang mah, capek lah masuak ka rumah, lah den masak an randang nan waang suko”(oh anakku, kenapa baru sekarang engkau pulang, udah kangen banget ibu dengan mu, ayo cepatlah kita ke rumah. Ibu sudah membuat rendang kesukaan mu). Tapi entah setan dari negeri mana yang parkir di otak Malin Kundang mulut nya pun langsung meluncurkan kata-kata penolakan “lamak se ngaku-ngaku amai den, amai den dak sarupo iko doh, amai den se mirip bintang pilem mah, jan harok lai!” ( enak saja ngaku-ngaku sebagai ibuku, ibuku gak kayak gini, ibuku aja mirip bintang film, jangan harap!)..
   Mendengar pernyataan anaknya langsung ibunya terperangah, tubuhnya langsung bergoncang hebat, jantung berdegup serasa mau copot,  kepala seperti mau pecah, dan perut terasa mual mau muntah. Mendengar kata-kata tajam menusuk hati dari sang buah hati, sang ibu malang itu pun langsung tersimpuh dan mengangkat tangan sambil berkata kepada yang Kuasa“ya Allah, kalau paja ko sabana anak den kutuak lah nyo jadi batu”( ya Allah, kalau anak ini memang benar anakku, kutuklah dia jadi batu). Tanpa Telaahan Staf  Malaikat pun langsung menghadap sang Khalik untuk menjatuhi anak durhaka ini seberat-beratnya. Tanpa apel luar biasa dengan mengingat-menimbang ini-itu Allah pun langsung menurunkan murkanya. Seketika langit berselimut awan tebal dan gemuruh bersahut-sahutan tanpa ketinggalan efek blitz dari halilintar. Sang anak durhaka berikut kapal dan seluruh kekayaannya berubah jadi batu karang yan hingga kini berjejer indah menghiasi pantai aia manih (air manis) di Kota Padang, Sumatera Barat. ***ilham Simabua..

Related Posts by Categories

Tidak ada komentar:

Posting Komentar