Kamis, 29 September 2011

Thanks God, IPDN, Wapa, Balairung, Basecamp, and Manglayang..!!!

Thanks God, We are Praja..
Ku temukan kau di Jatinangor. Kau temukan ku di Jatinangor. Di Jatinangor kita bertemu walau agak terlambat kita berkenalan. Masa depan siapa yang tahu. Tak pernah terfikirkan sebelumnya untuk menjejakkan kaki jauh-jauh ke Pulau Jawa karena Kota Padang cukup kira nya kalau hanya untuk sekedar menuntut ilmu. Kau pun tentu juga tak menyangka akan bisa menuntut ilmu di sini, di IPDN. Seperti yang pernah kau katakan Kota Denpasar mungkin akan menjadi pelabuhan ilmu mu jika tak di sini.
Semuanya memang tak ada yang menyangka termasuk tak sekedar menjadi Praja, kita dipertemukan di organisasi Wapa Manggala.
Thanks God, We are Wapa..

30 September tahun ini kita merayakan ulang tahun pertama secara bersama. Pada hari ini tepat sebulan kita resmi menjalani masa indah berdua meski tak selalu bersama. Meski tak banyak yang tahu tentang hubungan ini, kita harus percaya cinta ini gak main-main.
Tak banyak yang bisa Ku berikan di hari ulang tahun kita “yang pertama” ini. Tak kuasa diri ini selalu berada di samping mu. Tak selalu tangan ini bisa mengenggam tangan mu. Hanya dengan tulisan-tulisan ini lah cinta kita dapat kita abadikan hingga kita menunggu takdir sebagai pemegang otoritas tertinggi memberikan keputusan terbaiknya.
Senyum mu, canda mu, tawa mu, terutama bawelan mu itu sungguh membekas di hati ini. Suara mu masih terngiang jelas di telinga ini, senyum mu masih membekas jelas di ingatan ini, lirikan mata mu masih membuat jantung ini berdebar hingga kini.
No Doubt, ketika kata cinta terlontar dari mulut yang bodoh ini. Seolah tak mau menunggu lebih lama lagi, sebuah kata cinta yang kita sama-sama tidak tahu apa maksudnya pun terlontar. Seolah bingung dan tak percaya tentang keputusan berani tersebut. Hati bimbang, ragu, bukan kah ini terlalu cepat untuk diungkapkan? Ah, saya memang peragu.
Ya sudah lah, sudah terlanjur pun. Tak ada pilihan lain selain menunggu jawaban dari diri mu.
Tapi sekarang kamu sudah menjawab, Aku pun sudah tahu jawaban nya. Apa jawaban nya?. Biarlah untuk saat ini hanya kita yang tahu jawabannya.
Ini adalah awal. Awal hubungan yang baru saja kita ikrarkan. Mari kita mulai kisah indah ini dari sini. Dari tempat-tempat terindah kita. Manglayang, Balairung, Basecamp, dan tempat-tempat indah lain yang menjadi saksi awal pertemuan kita. Banyak sudah cerita unik yang mewarnai setiap pertemuan kita tersebut, mulai pertama ku lihat kamu di Manglayang dengan kisah sebatang coklat dan ketika pertama kali tangan ini menyentuh wajah mu dengan sedikit arang. Kejadian unik di balairung ketika terjadi insiden madya Sumbar yang memanggil kamu dengan sebutan kakak padahal kalian seangkatan hingga tragedi memalukan seorang pace adek kader yang ga respek dengan Abang. Pertemuan Balairung kita ga akan ada kalo gak karena Basecamp yang menjadi alasan untuk saling bertemu. Hmm..Thanks Basecamp..
Betapa menyenangkan ngobrol dengan kamu, berjam-jam kita berbicara seolah ga cukup buat mencurahkan segenap kata-kata yang menumpuk di pikiran ini. Detik-detik yudisium dan cuti seolah begitu cepat berjalan. Keadaan memang tak selalu menguntungkan kita karena akhirnya kita berpisah untuk mempersiapkan satu bintang lagi di pundak kita. Kamu jadi nindya, abang jadi wasana.
Met ultah Sayang.
Semoga kita tidak berakhir cukup sampai di Balairung.  


The Special Poetry, To Commemorate Our Brithday, Hunny..
Sendal Jepit
Sendal jepit, sebuah benda yang selalu mengingatkan ku pada diri mu.
Murah walau tak murahan,
sederhana walau tak bisa disederhanakan,
sepele walau tak bisa disepelekan,
dipandang sebelah mata walau tak bisa diabaikan,
Tak sempurna jika tak berdua,
Karena Ada cinta di sepasang sendal jepit. *ilhamsimabua@09.42AM, 29September 2011

Rabu, 28 September 2011

Nasionalisme di Pusaran Skeptisisme



Jika anda baca judul di atas, maka anda akan segera berkesimpulan bahwa saya ini adalah orang yang skeptis terhadap kondisi masalah negara ini. Skeptis  terhadap masalah negara yang sedang carut-marut disegala aspek. Penurunan tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemerintah yang sedang berjalan telah menunjukkan betapa skeptisnya rakyat Indonesia terhadap penyelesaian permasalahan bangsa. Hasil survey terakhir yang dilakukan oleh LSI pada September ini menyebutkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap SBY merosot ke angka 37 persen. Peliknya pengusutan kasus korupsi, lamban nya tingkat pembangunan infrastruktur publik, dan kurangnya keinginan pemerintah dalam memajukan pendidikan telah cukup untuk membuat rakyat semakin apatis dengan pemerintah. Betapa tidak, dari dulu hingga kini setiap headline di media massa sebagian besar diwarnai dengan berbagai kasus dan skandal yang melibatkan para pejabat negara. Setiap kasus silih berganti. Belum selesai satu kasus, muncul lagi kasus baru sehingga membuat penyelesaiannya menjadi tidak jelas. Maka wajar saya katakan apabila dalam berbagai hasil survey, Indonesia selalu saja menempati posisi terendah dalam hal kemajuan, dan posisi puncak dalam hal kemunduran.
Saya akhirnya sadar bahwa potensi alam yang sangat kaya tidak menjamin kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Banyak negara yang miskin SDA tapi jauh lebih kaya dibandingkan dengan negara yang kaya SDA. Kenapa Jepang yang tergolong negara miskin SDA kekayaannya jauh melebihi Indonesia sedangkan kita yang harusnya jauh lebih kaya dari Jepang masih tergolong negara berkembang yang baru mulai merangkak untuk maju. Kenapa banyak dari rakyat kita begitu bernafsunya untuk bekerja di negara gersang di Timur Tengah sana. Bukan kah tanah kita merupakan surga nya dunia. Kenapa kita biarkan orang lain yang mengelola dan mengatur negara ini sedangkan kita berlomba-lomba hanya untuk menjadi babu di negeri orang. Di mana letak rasa nasionalisme kita?
Sebelumnya , mari kita dudukan terlebih dahulu pengertian nasionalisme. Secara teoritis pengertian nasionalisme menurut Wikipedia adalah adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Kedaulatan yang dimaksudkan tidak hanya kedaulatan dalam bentuk batas negara dan pengakuan dari negara lain atas keberadaan negara ini saja. Tapi lebih luas lagi, kedaulatan juga bisa dalam bentuk kedaulatan ekonomi, kedaulatan politik, kedaulatan pangan, dan kedaulatan-kedaulatan lainnya. Jiwa nasionalisme tidak akan datang begitu saja tanpa ada rasa cinta terlebih dahulu terhadap negeri ini. Cinta terhadap negeri ini pun tak akan dengan senang hati datang jika tidak ada hal yang membuat rakyatnya dapat mencintai negeri tumpah darahnya. 



Apakah berbagai fakta permasalahan di atas ada korelasinya dengan tingkat semangat nasionalisme rakyat Indonesia? Saya tidak tahu pasti karena saya belum pernah melakukan suatu penelitian secara kuantitatif untuk menjawab pertanyaan tersebut. Secara umum sebenarnya saya sangat optimis dengan nasionalisme rakyat Indonesia. Saya masih sangat terharu sewaktu melihat ribuan supporter berteriak kegirangan di Gelora Bung Karno ketika Tim Nasional Indonesia berhasil mengalahkan Tim Nasional negara lain dan sebaliknya mereka menitikkan air mata ketika kita kalah. Saya masih bangga ketika banyak pemuda kita yang mendaftar menjadi relawan untuk mengganyang Malaysia ketika pulau-pulau kita dicaplok. Dan saya masih sangat tersentuh ketika melihat para veteran menitikkan air mata ketika menyaksikan Sang Merah Putih naik perlahan di tiang bendera yang diiringi dengan Lagu Indonesia Raya. Banyak lagi hal-hal yang membuat kita masih percaya bahwa semangat nasionalisme masih kuat tertanam di dalam diri rakyat Indonesia meski masalah bangsa ini kian pelik.
Rasa nasionalisme Timnas seperti yang saya sebutkan di atas adalah bentuk contoh nasionalisme yang paling sederhana. Para supporter Timnas merasa pertandingan yang sedang ia saksikan adalah suatu pertandingan yang mempertaruhkan nama baik bangsanya. Harga diri bangsa seolah tergantung kepada hasil dari pertandingan tersebut. Banyaknya para pemuda yang ingin menjadi relawan untuk berperang melawan Malaysia merupakan suatu bukti kongkrit yang menunjukkan bahwa mereka masih berprinsip wilayah NKRI adalah harga mati walaupun pada kenyataan nya pulau yang mereka akan pertahankan tersebut tidak memberikan manfaat apa-apa bagi kesejahteraan mereka. Seorang veteran perang juga masih terharu ketika hingga sampai penghujung hayatnya ini ia masih melihat Sang Merah Putih yang ia perjuangkan dulu masih berkibar dengan gagahnya.
Apakah nasionalisme yang saya sebutkan seperti di atas sudah cukup?. Belum. Nasionalisme tersebut hanyalah segelintir nasionalisme simbolik belaka jika kita harus dihadapkan dengan permasalahan bangsa yang sangat multidimensional ini. Permasalahan bangsa tidak hanya cukup bisa diselesaikan dengan teriakan ketika timnas berhasil merobek gawang lawan, tidak hanya cukup dengan mengirimkan relawan untuk menggempur negara sebelah, ataupun hanya dengan menitikkan air mata ketika petugas pengibar bendera berhasil menggerek Sang Merah Putih sampai ke ujung tiang bendera. Kita butuh nasionalisme yang lebih besar lagi. Nasionalisme yang benar-benar dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa ini menjadi bangsa yang dipandang oleh negara lain. Nasionalisme yang benar-benar membuat kita berdaulat atas tanah dan segenap kekayaan alam yang terkandung di dalam nya.
Kita juga harus sadar bahwa tak selamanya nasionalisme itu bisa tumbuh secara otomatis di dalam diri setiap rakyat Indonesia. Ia bisa malah menghilang ketika nasionalisme yang mereka pegang selama ini tidak ada artinya bagi mereka. Banyak contoh yang dapat kita jadikan sebagai bahan untuk menjadi perhatian. Banyak kita lihat penduduk yang tinggal di perbatasan lebih memilih untuk bekerja di negara tetangga karena digaji tinggi dan menjual hasil alam mereka di sana karena dibeli dengan harga mahal. Jadi jangan heran jika nanti ketika tiba saatnya mereka tidak hanya memilih bekerja di negara tetangga tapi juga ingin menjadi warga negara di sana.
Bagaimana mungkin seorang anak negeri ini dapat memiliki semangat nasionalisme tinggi jika perutnya saja belum terisi. Bagaimana ia bisa berpikiran jauh ke depan terhadap permasalahan negeri ini jika pendidikannya hanya sebatas tulis baca. Sehingga pada akhirnya kita dapat mengatakan bagaimana mungkin ia tidak merasa  rendah diri dihadapan orang-orang asing ketika ia hanya diperlakukan sebagai budak di negara lain, di negeri sendiri pun ternyata juga begitu.
Siapa yang paling bertanggung jawab? Siapa lagi kalau bukan orang-orang yang telah dipilih untuk menjadi penguasa di negeri ini. mereka lah yang bertugas meningkatkan semangat nasionalisme rakyat. Menjadikan rakyat negeri ini merasa berdaulat atas tanah nenek moyang nya dan berani membusungkan dada di kancah internasional.
Sebenarnya kita memiliki banyak potensi untuk menjadi negara maju. Kita mempunyai rakyat yang bisa dibuat untuk menjadi orang-orang yang fanatik kepada negara ini. Coba kita perhatikan bagaimana fanatiknya bobotoh terhadap Persib, Aremania terhadap Arema, dan fanatisme berbagai supporter bola lainnya di Indonesia ini. Mereka fanatik karena marasa memiliki tim tersebut. Mereka merasa menjadi bagian yang memiliki andil bagi kemenangan tim kesayangannya. Lebih jauh lagi mereka rela mati konyol bagi tim nya tersebut.
Jika pemerintah menyadari akan potensi tersebut maka akan banyak sekali rakyat kita yang cinta akan tanah air nya sehingga menimbulkan jiwa nasionalisme yang tinggi. Jika kita kembali analogikan sebuah tim sepak bola ini sebagai sebuah negara, pelatih dan asisten pelatihnya sebagai presiden dan wakil presiden nya. Para pemain sebagai para menteri, dan para supporter nya sebagai rakyat Indonesia. Ketika para pemain berhasil merobek gawang lawan ( para menteri berhasil menjalankan program/targetnya) maka supporter akan mengapresiasikan nya dengan berteriak kegirangan sehingga menambah semangat para pemain (rakyat akan manjadi senang dan bangga dengan menteri yang bersangkutan sehingga menambah semangat menteri yang bersangkutan). Sebaliknya ketika tim tersebut kalah (para menteri tidak berhasil menjalankan programnya) maka supporter akan kecewa dan membuat kerusuhan di stadion dan jalanan (rakyat akan berdemonstrasi). Ketika ada pemainnya “berkhianat” pindah ke tim lawan, seperti Eka Rhamdani yang pindah dari Persib ke Persisam baru-baru ini, maka para supporter yang tidak terima malakukan aksi protes dengan membakar posternya di jalanan (ketika ada menteri yang “berkhianat” dengan menyelewengkan uang rakyat, seperti mantan menteri sosial yang tersangkut masalah korupsi impor sapi, maka rakyat berdemonstrasi agar beliau segera dicopot). Dari analogi tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa jika saja pemerintah mampu untuk menjadikan rakyatnya fanatik terhadap bangsanya maka segala program dan target yang hendak dicapai tentu akan terwujud.
Sebenarnya untuk membuat rakyat fanatik dengan negara dan pemerintahnya sebagaimana para supporter bisa fanatik dengan tim kesayangannya sama saja. Jika dengan kemenangan demi kemenangan yang disumbangkan oleh para pemain akan membuat supporter merasa tambah fanatik dengan tim nya, pemerintah pun harus berbuat demikian agar rakyat yang dipimpinnya juga merasa fanatik. Pemerintah harus banyak membuat prestasi  yang membanggakan, bukan malah sebaliknya dengan mengukir kesalahan demi kesalahan.
Jadi jangan harap nasionalisme akan tumbuh di dalam jiwa rakyat Indonesia tanpa adanya hal yang membuat nasionalisme tersebut tumbuh. Siapa yang harus memulainya? Siapa yang menjadi motor penggeraknya?. Jawabannya tentu pemerintah. Ilhamsimabua@lembahmanglayang

Sabtu, 24 September 2011

Jalan Juang, Kemah Juang, dan Naik Manglayang Integrasi dengan Wasana Regional Angkatan XIX

Persiapan di Plasmen

Setelah dua tahun lebih terpisah akhirnya sebanyak 300 orang wasana regional kembali terintegrasi dengan 700 orang wasana kampus Jatinangor. Banyak spekulasi bermunculan seiring dengan kedatangan mereka ke kampus Jatinangor. Ego sektoral, beda persepsi, atau apalah anggapan banyak pihak termasuk praja sempat mencuat ketika mereka menginjakkan kakinya di Kampus Manglayang ini. Ternyata tidak sepenuhnya benar demikian. Rasa akrab otomatis muncul ketika bertemu dengan mereka walaupun memang masing-masing kita harus mencoba mengingat-ingat kembali siapa gerangan yang sedang dijabat tangannya. Wajah banyak yang ingat, tapi nama seolah tertahan di ujung lidah.
Lembaga seolah tak tinggal diam. Suatu kegiatan pun dirancang untuk kembali menyamakan persepsi dan jiwa korsa di antara angkatan XIX. Suatu kegiatan yang cukup menguras tenaga, anggaran, dan waktu. Jalan juang, kemah juang, dan naik Manglayang bersama bagi wasana ex regional pun menjadi pilihan.
Kegiatan dilaksanakan selama tiga hari mulai dari hari Selasa sampai hari Kamis.  Sekitar jam dua siang seluruh wasana praja berkumpul di Plaza Menza untuk mengikuti apel pelepasan yang dipimpin oleh Bpk Karnaji. Setelah mendengar beberapa arahan arahan teknis dari beliau, seluruh pasukan pun mulai bergerak mengikuti jalur jalan juang yang telah ditentukan. Jalur yang ditempuh sangat lah panjang melewati perkampungan penduduk dan berakhir di Buper (Bumi Perkemahan).
jalan juang with sokot
di dalam tenda
Selama tiga hari tersebut cukup banyak kegiatan dan acara yang diselenggarakan. Pada hari pertama dilaksanakan jalan juang, berkemah, malam hiburan dengan mendatangkan dua orang penyanyi luar, dan acara nyate bersama bapak Sudjito (Mantan Karo III).
Pada hari kedua dilaksanakan kegiatan senam bersama dengan mendatangkan instruktur dari luar, tentunya instruktur yang dapat lebih membangkitkan semangat, terutama semangat praja putra. Selain itu juga diadakan kegiatan HTF, dan dilanjutkan dengan berkemah di Buper, menunggu hingga besok melanjutkan pendakian ke Puncak Gn. Manglayang.
Tak semua kegiatan di atas kami (Wapa Manggala) ikuti, Jalan juang kami ikut, kemah juang kami pun ikut, tapi acara hiburan malam yang menampilkan artis dangdut ibukota (kecamatan) kami tak ikut karena sebagai anggota Wapa Manggala kami harus melayani teman-teman yang mau memesan matras. Nasiiiibbb... 
nungguin lapak matras disaat yang lain dangdutan

Kegiatan senam bersama dan HTF yang dilaksanakan pada hari kedua pun tidak kami ikuti karena harus segera menyiapkan dan memastikan jalur yang hendak dilewati para wasana ex regional benar-benar aman. Tapi kami gak nyesel gak ikut kegiatan HTF karena konon kabarnya gak asik.
Pukul 15.00 WIB, saya, Ari Fadli, Septian, Allu, Ai, Ratno, dan Irwan (Wapa gadungan,hehe) mulai mendaki Manglayang untuk memastikan jalur yang hendak dilalui aman dan memasang tali webing di jalur yang curam. Pendakian kami pun ditemani dengan rintik hujan yang cukup membuat basah sekujur tubuh. Survey selesai pada pukul 19.00 WIB ketika gelap malam menyelimuti bumi.
Kami pun beristirahat dengan ditemani api unggun yang melindungi dari dinginnya hawa Manglayang malam itu.
Sebelum tidur tercetus ide untuk menyaksikan sunrise dari puncak bayangan, itu artinya yang mau ikut harus bangun jam 04.00 WIB, yakin bangun jam segono? Liat aja besok realisasinya.
 BESOKNYA..
Tengg..tengg..tenggg.. jam 4 pagi pun datang, Nina membangunkan kami yang baru saja mulai merangkai mimpi. Banyak yang pura-pura gila dan malah mengurungkan niat untuk menyaksikan sunrise. Oknum yang yang masih sadar dengan janjinya kemaren malam hanyalah saya, Allu, Jhun, Aslan, Puput, Nina, dan Iam. Dengan perlengkapan seadanya dan tak lupa stok makanan buat sarapan di Puncak Bayangan kami pun berangkat naik. 

dipagi buta, sebelum naik ke Puncak Bayangan 


bersama menatap mentari pagi di ufuk timur
istirahat sejenak sebelum melanjutkan pendakian ke Puncak Manglayang

Setelah puas berfoto ria kami pun melanjutkan perjalanan ke puncak “sebenarnya” dan menunggu wasana ex regional di sana. Jam 09.00 mereka mulai berdatangan. 
bersama wasana regional
Merah Putih di Puncak Manglayang
Gak ada kegiatan atau acara yang spesial di sana selain cuma berfoto ria, berdoa, dan kembali turun. Setelah semua turun, kami pun turun dan memastikan ga ada yang tertinggal di atas.
Menuruni lereng Manglayang

Setelah sampai di bawah, matahari udah terik banget,, semua berjalan pulang kecuali kami anggota Wapa Manggala yang menumpang Ambulans lembaga untuk menemani satu orang praja putri yang sakit. Yang sakit satu, yang nemanin semobil. Paraaahh. ilhamsimabua@lembahmanglayang
see also the other pictures...

Minggu, 18 September 2011

Sehari Menikmati Boekittinggi with Imif dan Ihan : Wisata yang Sempat Tertunda

Ihan dan Imif, di depan gerbang masuk

Aahhhmmmhh.. setelah setahun yang lalu berjanji untuk ngajakin dua orang si bawel, Imif dan Ihan untuk jalan-jalan bareng akhirnya terwujud juga. Yah, dari setahun yang lalu saya sempat melontarkan kata-kata janji untuk mengajakin mereka. Gak perlu jauh-jauh sih sebenarnya, mereka hanya minta ditemanin jalan-jalan di Bukittinggi. Mereka ingat trus mengingatkan saya bahwa saya pernah berjanji. Berjanji untuk ditepati.
Daaan, setelah sekian lama mengulur-ulur waktu akhirnya janji tersebut terpenuhi sehari sebelum go back to nangor.
Hari itu Hari Selasa, sehari sebelum meninggalkan rumah tercinta. Di hari itu lah kesempatan terakhir untuk menepati janji kepada mereka. Kalo gak hari itu, ya tahun depan.
Menurut rencana, kami akan pergi ke Bukittinggi pada jam satu siang setelah mereka berdua pulang dari sekolah. jam satu akhirnya mereka telah pulang dari sekolah. langsung berangkat?. Ow..ow..ternyata motor gak ada di tempat karena dipake mama buat ngajar di sekolah. Nunggu lagi deh. Mereka tampak gelisah. Sabar ya dek??.
Akhirnya mama pun pulang, tapi ini udah jam 2. Tampa banyak pertimbangan lagi, kami tiga orang kakak beradik langsung menyusun diri di atas motor, saya di depan, Ihan di tengah, dan Imif di belakang. Bruumm.. Bukittinggi, i’m coming.

Taman Panorama
di depan patung tentara Jepang : mana yang tentara mana yang orang nie
Imif : di Taman Panorama dengan background Ngarai Sianok

Ini adalah tempat pertama yang kami kunjungi. Taman ini sungguh sangat strategis dan indah. Dari taman ini kita dapat langsung melihat keelokan Ngarai Sianok secara keseluruhan. Di taman ini banyak kera-kera yang berkeliaran. Mereka tak canggung ketika kita kita ajak untuk berfoto bersama. Tentu tidak gratis, mereka harus kita beri kacang biar nurut.
Di taman ini pun dibangun patung dua orang tentara Jepang yang sedang memegang senjata. Lokasi patung ini terletak di ujung taman dan dekat dengan Lubang Jepang.

Ngarai Sianok
Ngarai Sianok : dijepret dari Taman Panorama
Ngarai Sianok sore hari

Jika anda ke Bukittinggi jangan pernah sekali-kali melewatkan objek wisata Ngarai Sianok. Keelokan dan keindahan Ngarai ini cukup untuk menjadi bahan pembicaraan para wisatawan ketika mereka kembali ke daerah asalnya. Di bawah ngarai tersebut terdapat hamparan sawah yang hijau, sungai, dan beberapa rumah penduduk. Untuk menikmati view kawasan ngarai ini akan lebih keren jika anda melihat dari Taman Panorama.
Sore itu cuaca agak mendung, pas sekali bagi kami untuk berjalan-jalan bertiga tanpa harus takut akan sengat matahari. Dari atas terlihat Ngarai sedikit diselimuti kabut karena memang lagi musim penghujan. 

Lubang Jepang
Imif dan Ihan di depan Lubang Jepang
Imif dan Ihan di tangga masuk
inilah dia Sang Pemandu tour, hehe


Nah, ini lah tujuan wisata inti kita hari ini. Lubang Jepang terletak di ujung Taman Panorama. Banyak fakta sejarah yang tersimpan di sini. Lubang Jepang telah menjadi saksi betapa kejam nya tentara Jepang kepada bangsa kita puluhan tahun silam. Betapa tidak, lubang dengan kedalaman 40 m dan panjangnya mencapai 1,47 km tersebut digali oleh para Romusha dengan menggunakan alat seadanya.
Pembuatan Lobang Jepang ini dilakukan atas instruksi Panglima Divisi ke-25 Angkatan Darat Balatentara Jepang Letjen Moritake Tanabe, yang memerintahkan untuk membuat lubang perlindungan yang mampu menahan getaran letusan bom sekuat 500 kg, dan dilengkapi dengan ruangan-ruangan bagi keperluan Markas Besar dan Divisi ke-25 Angkatan Darat. Oleh karena itu Lobang Jepang ini, yang konstruksinya mulai dikerjakan pada Maret 1944 dan selesai awal Juni 1944.
di depan Ruang Amunisi
depan Ruang Penyergapan
di depan ruang Saintifik
di sini lah Pintu Pengintaian



di sini lah para pejuang kita dipenjara

Ihan, " iziiin makaaann kak Miifff"
Kalo mau lari lewat sini ya
dua orang serdadu berpose sebelum disidang

Seolah sebagai pemandu, saya berusaha untuk menjelaskan kepada Imif dan Ihan tentang betapa kejamnya Jepang dimasa lalu. Mereka hanya diam. Saya kurang tahu arti dari diamnya mereka.
Banyak ruangan yang kami lewati di dalam lubang tersebut. Hmm..berjalan di dalam aja capek, apalagi harus membuatnya ya. 

Jam Gadang
Jam Gadang dari masa ke masa
Imif dan Ihan di depan Jam Gadang

Ini dia ni Big Ben nya Ranah Minang. Jam gadang terletak di pusat Kota Bukittingi. Di seberang nya terdapat sebuah Ramayana yang tentunya tidak perlu untuk saya ceritakan. Jam Gadang ini merupakan simbol dari Kota Bukittinggi. Di seputaran Jam Gadang ini akan banyak kita jumpai badut-badut yang menawarkan jasanya untuk berfoto kepada para pelancong. Tak mahal kok, Cuma dengan 5 ribu rupiah saja kita bisa berfoto sepuasnya dengan mereka.
Setelah Imif dan Ihan berfoto ria di depan Jam Gadang maka kami pun ngisi kampung tengah dulu di KFC yang kebetulan jaraknya tak terlalu jauh dari Jam Gadang. 
Whuaaa...Ihan kepedasan

Setelah makan ide pun muncul untuk naik bendi (delman). Haha, boleh juga tuh.
Berpose di atas Bendi

Di depan Jam Gadang memang terdapat banyak Bendi (delman) mangkal yang menggoda para penggunjung untuk diajak berkeliling Bukittingg. Tarif yang ditawarkan pun sesuai dengan jauhnya rute yang hendak dilalui. Berhubung kami tidak punya banyak waktu karena hari sudah sore maka kami hanya melewati jalur pendek, yaitu start dari Jam Gadang-depan Hotel The Hills-Benteng Atas-Kampung Cina-Jam Gadang.
Jika anda agak jeli dikit, maka anda akan melihat keanehan dengan Jam ini. Pada angka empat anda akan melihat bahwa angka yang tertulis disana adalah IIII, bukan IV. Hingga sekarang banyak versi yang beredar ditengah masyarakat. Ada yang menyebutkan bahwa karena salah tulis belaka (tapi gak mungkin karena Jam Gadang yang merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Sekretaris Kota waktu itu dirancang oleh ahli jam dari Amerika). Ada juga sumber yang menyebutkan bahwa angka tersebut menunjukkan jumlah pekerja yang meninggal ketika Jam Gadang selesai didirikan. Ah, ga tau lah.
Next destination with Imif dan Ihan

Jam telah menunjukkan pukul 6 sore, waktunya pulang. Setelah selesai ber-bendi ria bareng Imif dan Ihan kami pun menuju ke parkiran motor untuk segera kembali ke rumah. Masih banyak tempat yang belum kami kunjungi hari itu. Masih ada Benteng Fort de Kock, Jembatan Limpapeh, Kebun Binatang, Museum Bung Hatta, dan Museum Penerbangan menunggu untuk dikunjungi tahun depan. Masih dengan Imif dan Ihan. Ada yang mau ikut?  . ilhamsimabua@ksatrianipdn