Minggu, 13 Februari 2011

Beat Blog Writing Contest: Alam Menggeliat, Manusia pun (belum juga) Mulai Resah



Alam sudah mulai tak lagi bersahabat. Berbagai macam “sinyal” tanda bahaya pun telah dikirimkan kepada seluruh makhluk di muka  bumi ini. Mulai dari gunung meletus yang memuntahkan lahar panas tanpa ampun kepada siapa saja yang berada di sekitarnya, gempa bumi yang memporak-porandakan apa saja yang dilaluinya, hingga Tsunami yang meluluh-lantakkan apa saja yang dihempasnya. Tidak cukup puas sampai di situ, alam pun terus menambah kekuatan “sinyal” nya dengan meningkatnya suhu bumi, menurunkan hujan asam dan semakin melebarnya lapisan Ozon. Isu-isu baru (emerging issue) pun mulai bermunculan seperti e-waste, B-3 (bahan berbahaya beracun) dan perubahan iklim yang berdampak serius terhadap kesehatan manusia. Alam telah menampakkan murkanya akibat ulah manusia sendiri. Apakah masih teringat oleh kita peristiwa longsornya timbunan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang, Bekasi, di TPA Leuwigajah, Cimahi, dan di TPA Rancamaya, Bogor beberapa tahun lalu yang menewaskan puluhan orang dan merusak permukiman penduduk di sekitarnya. Peristiwa ini benar-benar murni akibat ulah manusia sendiri.
Kehidupan manusia sedang terancam, mungkin itulah pesan yang hendak disampaikan oleh alam melalui rentetan peristiwa alam yang fenomenal tersebut. Banyak yang menyadarinya tapi tak kalah banyak juga manusia yang tidak sadar ataupun berpura-pura tidak sadar. Buktinya, penambangan tanpa batas terus dilakukan, illegal logging (seolah) tanpa aturan pun terus dibiarkan, penangkapan ikan tanpa mempertimbangan kelestarian ekosistem pun terus dilaksanakan dan masih banyak lagi perbuatan “sengaja” manusia lainnya yang “sangat membantu” bagi penguatan “sinyal tersebut. Perbuatan tersebut seolah-olah wajar dengan berlindung di balik tameng alasan demi meraup untung yang sebesar-besarnya.
Kita sungguh telah terlalu egois dan serakah dengan alam ini. Eksploitasi kekayaan alam sudah tidak lagi memperhatikan batas kewajaran. Apakah tidak terfikirkan oleh kita bagaimana nasib anak cucu kita kelak jika mendapati alam yang kita tinggalkan sudah rusak?. Kita harus benar-benar sadar bahwa kekayaan alam yang kita nikmati saat ini adalah titipan dan amanah dari mereka.
Banyak cara yang dapat kita lakukan untuk alam ini. Siapapun kita, apapun pekerjaan kita, kita bisa memberikan sumbangsih bagi kelestarian alam ini. Mulai dari diri sendiri dan keluarga kita bisa mulai membiasakan untuk tidak membuang sampah sembarangan, tidak boros menggunakan BBM ataupun mulai membudayakan kegiatan menanam pohon. Jangan pernah sekali-kali kita berfikir bahwa usaha kecil yang kita lakukan tidak akan ada artinya bagi kelestarian alam ini. Hasil penelitian Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (2004) menunjukkan, jika setengah dari sampah organik didaur ulang menjadi kompos secara individual, pengurangan volume sampah bisa mencapai 32,5 persen dari total volume sampah.

Isu Lingkungan sebagai Tren Baru
Memang sudah sering kita lihat dan perhatikan berbagai macam kampanye tentang pentingnya pelestarian lingkungan. Berbagai macam isu lingkungan telah banyak dituangkan ke dalam spanduk-spanduk, baliho-baliho, ataupun berbagai macam iklan di media cetak dan elektronik. Berbagai perusahaan dan industri pun gencar mengangkat tema isu lingkungan untuk melarismaniskan produknya. Kita bisa memperhatikan perkembangan kecenderungan tren akhir-akhir ini. Hampir seluruh majalah dari mulai majalah politik bahkan fashion magazine menyediakan segmen tentang lingkungan hidup, banyak event – event yang mengangkat tema lingkungan hidup, retail market berlomba menawarkan berbelanja cara hijau. Slogan menjaga lingkungan kini berserakan seperti selebaran toko yang memberitahukan produk dengan harga diskon. Sebuah perkembangan yang seharusnya memberikan para ahli lingkungan dan kaum peduli lingkungan bisa bernafas lega. Tapi, sudah berapa efektifkah gerakan tersebut untuk mengimbangi laju kerusakan lingkungan?. Ataukah momen tersebut hanya dijadikan sebuah tren baru dalam memasarkan produk?

Kerugian Besar Akibat Ketidakpedulian terhadap Alam
Berikut ini adalah beberapa data yang diperoleh dari beberapa sumber yang menyebutkan berbagai macam kerugian yang telah diciptakan akibat dari ketidakpedulian kita terhadap alam:
*      Menjelang akhir abad ini, lebih dari 50.000 jenis tumbuhan akan mengalami kepunahan, dan hampir 4.000 spesies vertebrata endemic berpotensi hilang. Sementara sekitar 60 persen ekosistem dunia dari hutan dan lahan sampai karang laut serta sabana akan mengalami kerusakan serius. ( demikian peringatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang disampaikan dalam pidato pembukaan Pertemuan Sesi Khusus ke-11 Global Ministerial Enviroment Forum atau Forum Global Para Menteri Lingkungan Hidup di Nusa Dua Bali tahun 2010).
*      Juga dalam acara tersebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menyampaikan bahwa pada tahun 2008, nilai ekonomi yang hilang karena penurunan nilai dan pertumbuhan ekonomi akibat penyusutan kekayaan alam diperkirakan mencapai 50 miliar Dollar Amerika. Akibatnya sangat jelas kita tidak dapat mengurangi tingkat kemiskinan secara efektif.
*      Menteri Lingkungan Hidup Gusti M Hatta menyatakan laju kerusakan lingkungan pulau-pulau di Indonesia mencapai 1,1 juta hektare setiap tahunnya. Kerusakan lingkungan terjadi di sejumlah kawasan hutan lindung dan konservasi akibat aktifitas perambahan dan pertambangan batu bara.
*      Tingkat pencemaran udara di Indonesia semakin memprihatinkan. Bahkan salah satu studi melaporkan bahwa Indonesia menjadi negara dengan tingkat polusi udara tertinggi ketiga di dunia. World Bank juga menempatkan Jakarta menjadi salah satu kota dengan kadar polutan/partikulat tertinggi setelah Beijing, New Delhi dan Mexico City.
*      Asian Development Bank (2008) pernah menyebutkan pencemaran air di Indonesia menimbulkan kerugian Rp 45 triliun per tahun.
Beberapa fakta tersebut masih merupakan bagian kecil dari banyak fakta lain tentang berbagai kerusakan lingkungan. Akibat ulah manusia tersebut telah banyak dirasakan oleh kita sendiri. Kita harus mengerti bahwa alam ini juga mempunyai batas ambang dan keterbatasan dalam mentoleransi kerusakan yang diterimannya. Kita harus menyadari bahwa ada bahaya Laten (tersembunyi) dari alam yang sewaktu-waktu bisa muncul dan membahayakan diri kita, keluarga kita, dan saudara kita yang lain di belahan bumi sana. Mari kita bersama-sama menyelamatkan bumi ini sebelum semuanya terlambat. Melalui fakta-fakta di atas masihkah kita belum merasa resah?.
SAVE OUR NATURE, SAVE OUR LIVE.  

(Tulisan ini ditulis untuk mengikuti Beat Blog Writing Contest “Green Your Mind”)
Sumber Referensi:
8. http://alamendah.wordpress.com/2009/09/23/tingkat-pencemaran-udara-di-indonesia/  

BAGI PARA BLOGGER YANG JUGA INGIN MENGIKUTI  Beat Blog Writing Contest “Green Your Mind INI DAPAT MELIHATNYA DI http://www.vhrmedia.com/2010/detail.php?.e=685

Rabu, 09 Februari 2011

Kompetisi WEB Kompas MuDA & AQUA : Krisis Air, Ancaman Bagi Masa Depan Bangsa

Kompetisi Web Kompas Muda & AQUA
Ajang Kompetisi Web Kompas Muda & AQUA


Tema : It’s About Us : Air untuk Masa Depan

krisis air di Indonesia, sumber : republika.co.id
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ”. itulah bunyi kalimat dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2.  Kalimat tersebut mengamanatkan dengan jelas bahwa negara wajib menjamin dan menyelenggarakan penyediaan air secara cukup dan dapat dijangkau oleh setiap warga negara. Pada tingkat internasional, hak atas air yang setara juga diteguhkan dalam Ecosoc Declaration (Deklarasi Ekonomi, Sosial, dan Budaya) PBB pada bulan November 2002. Tapi kenyataannya, akses masyarakat untuk mendapatkan air yang murah dan terjangkau saat ini sangat sulit.
Air merupakan komponen terbesar yang menyelimuti permukaan bumi kerena 70,8 persen dari permukaan bumi tertutup oleh air. Itu artinya air merupakan “aktor utama” yang memainkan peran penting bagi roda kehidupan seluruh makhluk hidup di bumi ini. Secara kuantitas, ketersediaan air dengan jumlah yang sangat besar tersebut mampu untuk memenuhi seluruh kebutuhan akan air di bumi ini. Tapi banyak kenyataan ironis yang terjadi di berbagai belahan bumi ini. Betapa banyak manusia di belahan bumi sana yang tidak menikmati air yang melimpah tersebut. Sebaliknya di belahan bumi lain tak sedikit juga manusia menderita akibat datangnya air yang tak terbendung. Begitulah air dengan segala permasalahannya.
Tak hanya di Afrika yang terkenal dengan krisis airnya. Indonesia saja yang notabene merupakan negara maritim tak terlepas dari kemelut air. Dalam acara Forum Air Dunia II (World Water Forum) di Den Haag (Maret, 2000) disebutkan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang akan mengalami krisis air pada 2025. Air tidak lagi menjadi sumber daya yang murah dan mudah didapatkan. Masyarakat terutama di kota tidak bisa lagi dengan senang hati menimba air tanah melalui sumur-sumur mereka karena air tanah sudah dangkal karena kurangnya daerah resapan air dan sebagian besar sudah tercemar limbah industri.  Pemantauan terhadap 48 sumur dilakukan di Jakarta pada tahun 2004.  Hasil pemantauan menunjukkan  hampir sebagian besar sumur yang dipantau telah mengandung bakteri coliform dan fecal coli.   Persentase sumur yang telah melebihi baku mutu untuk parameter Coliform di seluruh Jakarta cukup tinggi,  yaitu mencapai 63% pada bulan Juni dan 67% pada bulan Oktober.  Krisis air juga disebabkan oleh kelemahan dalam pengelolaan air, seperti pemakaian air yang tidak efisien.
Tidak hanya air tanah yang tercemar dilaporkan juga sebanyak 64 dari total 470 Daerah Aliran Sungai (DAS)  yang ada di Indonesia saat ini dalam kondisi yang kritis. Dari 64 DAS kritis tersebut, berada di Sumatera 12 DAS, Jawa 26 DAS, Kalimantan 10 DAS, Sulawesi 10 DAS, Bali, NTB dan NTT 4 DAS, Maluku serta Papua 2 DAS (sumber: www.walhi.or.id )
negeri yang kaya tapi miskin, sumber
: koran-jakarta.com
Persoalan krisis air bersih ini tidak dapat dipandang sebelah mata oleh pemerintah sebagai penjamin ketersediaan air yang layak bagi masyarakat. Kurangnya pasokan air dapat mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan perekonomian bangsa. Pihak yang akan paling merasakan dampaknya secara langsung adalah petani dan pembudidaya ikan yang merupakan pelaku sektor perekonomian terbesar. Swasembada pangan yang merupakan salah satu prestasi kita di bidang pertanian di masa lalu tak terlepas dari peranan ketersediaan air yang bersih dan cukup. Di samping mengganggu kegiatan ekonomi rakyat secara langsung, krisis air bersih juga akan menimbulkan efek lain yang tak kalah berbahaya nya yaitu mewabahnya berbagai macam penyakit. Wabah penyakit akan sangat mudah menular dengan keadaan ini. Jika penularan wabah penyakit ini sudah sampai kepada tahap yang mengkhawatirkan maka kerugian yang ditimbulkan juga akan sistemik. Kerugian negara akan jauh lebih besar lagi kerena pemerintah harus mengeluarkan subsidi yang tidak sedikit untuk mengobati masyarakat yang terjangkit wabah tersebut. Selain itu produktifitas masyarakat secara keseluruhan juga akan terganggu.
Pemerintah seharusnya bisa untuk mencontoh negara-negara yang telah sukses dalam mengatasi krisis air seperti Jepang atau negara-negara di Timur Tengah yang dengan mengagumkan dapat menyulap gurun pasir tandus menjadi lahan pertanian yang subur. Sebenarnya, pekerjaan rumah pemerintah tidaklah seberat mereka yang mengubah gurun pasir menjadi lahan pertanian yang subur. Tuhan telah memberikan kita modal negeri yang subur. Tugas yang diberikan kepada kita hanya untuk menjaga dan mengelola keteraturan siklus air sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan manusia dan seluruh mahkluk hidup di negeri ini.  
Sebenarnya kalau pemerintah berkemauan ke arah tersebut, usaha untuk mewujudkan ketersediaan air yang layak dan cukup bagi rakyat tidak lah membutuhkan teknologi yang canggih. Pemerintah cukup membenahi perencanaan tata ruang kota dengan menyediakan kawasan hijau yang memenuhi syarat minimal yaitu seluas 30 persen dari luas total kota. Selain itu, penegakan hukum di negara ini juga perlu dibenahi. Pemerintah harus serius dan bersungguh-sungguh dalam memberantas para pelaku illegal logging, mencegah pendirian pabrik di daerah yang berpotensi sebagai kawasan pertanian atau perkebunan,  dan terus berupaya menghijaukan kembali hutan yang telah rusak.
Satu hal yang harus benar-benar kita tanamkan ke dalam setiap hati sanubari kita semua bahwa sesungguhnya alam ini merupakan titipan dari anak cucu kita. Akankah kita mewariskan alam yang telah rusak ini kepada mereka?. Haruskah mereka menderita akibat ulah kita hari ini?. ( ditulis untuk mengikuti Kompetisi Web Kompas Muda & AQUA ) 

Bagi para blogger yang juga berminat untuk mengikuti Kompetisi Web Kompas Muda & AQUA ini dapat melihat infonya di mudaers.com
 

Rabu, 02 Februari 2011

Sebuah Tulisan Terakhir Buat Sahabatku Rinra Sujiwa Syahrul Putra


Innalillahiwainnailaihiraajiuun…
sumber : facebook
Itulah kalimat pertama yang terucap ketika mendengar kepastian kabar bahwa telah meninggal dunia salah seorang sahabat terbaik kami. Kabar tentang meninggalnya Nindya Praja Rinra Sujiwa Syahrul Putra diketahui ketika Bagian Pengasuhan IPDN mengumpulkan seluruh satuan nindya praja asal pendaftaran Provinsi Sulawesi Selatan di Posko Pusat Pelayanan Nusantara pada pagi tanggal 31 Januari 2011. IPDN kembali ditimpa masalah. Banyak spekulasi beredar di kalangan masyarakat. Sebagian besar kembali mengait-kaitkan dengan lembaran kelam IPDN masa lalu. Teriakan lantang menggugat lembaga pendidikan kedinasan ini pun kembali bergaung. Mereka tanpa perlu tahu dulu apa penyebab meninggalnya praja tersebut.
Media seakan berlomba memberitakan setiap kejadian tentang lembaga ini dan respon dari masyarakat pun tinggi. Wajar, kerena lembaga ini adalah milik bangsa Indonesia yang dibiayai 100 persen dari uang negara. Juga wajar jika rakyat Indonesia menginginkan agar lembaga ini tidak dengan sia-sia memakai dana negara yang begitu besar dalam mencetak kader pemimpin mereka. Kontrol dari masyarakat sebagai pemilik penuh lembaga ini memang sangat dibutuhkan sekali demi tercapainya tujuan lembaga ini didirikan. Tapi adalah suatu ketidakwajaran jika sebagian dari mereka (oknum) menuduhkan hal yang macam-macam terhadap suatu kejadian di lembaga ini. Kasus meninggalnya praja bukan lah hal yang pertama kali terjadi di IPDN. Kasus kematian praja sudah ada sejak pertama kali nya IPDN (dulu STPDN) berdiri. Ada yang meninggal memang karena kekerasan dan ada juga yang meninggal karena hal-hal yang wajar seperti karena sakit, bencana alam seperti Tsunami (di Aceh), ataupun kecelakaan.
Pada hari senin, tanggal 31 Januari kemarin pihak yang berwenang telah mengumumkan kepada publik tentang penyebab meninggalnya Rinra bahwa ia meninggal murni akibat penyakit yang dideritannya. Keterangan tersebut tidak hanya berasal dari keluarga Rinra, pihak keluarga pun telah menyampaikan bahwa memang benar Rinra memiliki riwayat penyakit tersebut.
rinra dan ayahanda tercinta,
Saya ingin mengklarifikasi kembali. Setiap tahunnya IPDN menerima sekitar 1000 orang praja. Karena di IPDN ada empat tingkat maka jumlah praja mencapai 4000 orang. Kemungkinan ada praja yang meninggal di antara jumlah total praja yang sangat banyak tersebut tentu ada. Tidak ada yang bisa menjamin dengan jumlah yang sebesar itu bahwa praja IPDN tidak ada yang meninggal selama pendidikan.  Yang menjadi masalah bukanlah kematiannya tapi apa penyebab kematian praja tersebut.
Garis tangan setiap manusia siapa yang tahu. Ajal menjemput tanpa perlu tahu siapa kita, anak siapa kita, ataupun sudah berapa umur kita. Terkadang kita tidak sadar bahwa ajal itu bisa  saja datang menjemput diri kita sendiri, saudara, teman, anak, ataupun orang tua kita sendiri. Kemarin hari Minggu tanggal 30 Januari 2011 salah seorang sahabat terbaik kami Nindya Praja Rinra Sujiwa Syahrul Putra telah mengembuskan nafas terakhirnya. Tidak ada yang menyangka praja utusan Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan ini akan pergi secepat itu. Pada hari Jum’at tanggal 28 Januari ia izin ke luar kampus. Ia pulang untuk menemui keluarganya di Makassar. Mungkin ini adalah kuasa tuhan yang menyempatkannya untuk bertemu dengan keluarga tercinta sebelum dipanggil oleh Yang Kuasa. Praja yang biasa dipanggil Daeng Rinra itu sehari-harinya masih terlihat sehat dan tidak ada menunjukkan suatu kejanggalan apapun. Tidak ada satu pun teman sewismanya (Wisma Nusantara 9 Bawah) yang mengetahui bahwa Rinra ada masalah dengan kesehatannya.
Semasa menjadi praja ia dikenal termasuk praja yang aktif dalam organisasi praja dan memegang jabatan yang strategis. Terakhir ia menjabat sebagai Koordinator Wapa Manggala ( Organisasi pecinta alam IPDN) dan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Praja. Ia secara pribadi saya kenal sebagai sahabat yang senang menolong teman dan senang bercanda. Ia memang anak gurbernur Sulawesi Selatan tapi ia tak pernah berlindung di balik jabatan ayahnya tersebut. Setiap orang yang pertama kali mengenalnya akan sulit percaya bahwa ia adalah anak orang nomor satu di Sulawesi Selatan. Kesederhanaan, itulah kesan saya terhadap Rinra.
Itulah Rinra, takdir Tuhan tidak mengantarkan mu menjadi seorang purna praja yang dengan gagah memakai pin purna praja di dada kiri mu. Kau meninggalkan kampus ini dengan cepat. Kematian mu boleh menjadi bahan pembicaraan oleh orang di luar sana. Mereka boleh menuduh macam-macam lembaga ini lagi. Tapi, mereka tidak pernah tahu bagaimana kehidupan kita di sini sebenarnya. Bagaimana kita ditempa oleh para pengasuh, dosen, dan pelatih dengan keras. Bagaimana kita melewati hari-hari yang penuh perjuangan ini dengan tidak sia-sia. Andai Tuhan memberimu kemampuan untuk bicara, pasti akan kau ceritakan hal yang sebenarnya kepada mereka. Pasti kau akan dengan tegas dan tak kalah lantangnya memberikan penjelasan kepada mereka. Tapi Tuhan tak memberikan izin itu, kau dibiarkan tenang di alam sana. Tugas mu telah selesai sekarang kawan. Kau telah dipanggil-Nya. Hanya doa yang dapat kami panjatkan dari bumi Jatinangor ini.
Satu hal lagi yang harus kau ketahui Rin, keinginan mu untuk mengadakan papan panjat di IPDN akan terus kami perjuangkan sebagai hadiah dari kami anggota Wapa Manggala bagi mu. Ilham simabua 2 Februari 2011