Rabu, 28 September 2011

Nasionalisme di Pusaran Skeptisisme



Jika anda baca judul di atas, maka anda akan segera berkesimpulan bahwa saya ini adalah orang yang skeptis terhadap kondisi masalah negara ini. Skeptis  terhadap masalah negara yang sedang carut-marut disegala aspek. Penurunan tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemerintah yang sedang berjalan telah menunjukkan betapa skeptisnya rakyat Indonesia terhadap penyelesaian permasalahan bangsa. Hasil survey terakhir yang dilakukan oleh LSI pada September ini menyebutkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap SBY merosot ke angka 37 persen. Peliknya pengusutan kasus korupsi, lamban nya tingkat pembangunan infrastruktur publik, dan kurangnya keinginan pemerintah dalam memajukan pendidikan telah cukup untuk membuat rakyat semakin apatis dengan pemerintah. Betapa tidak, dari dulu hingga kini setiap headline di media massa sebagian besar diwarnai dengan berbagai kasus dan skandal yang melibatkan para pejabat negara. Setiap kasus silih berganti. Belum selesai satu kasus, muncul lagi kasus baru sehingga membuat penyelesaiannya menjadi tidak jelas. Maka wajar saya katakan apabila dalam berbagai hasil survey, Indonesia selalu saja menempati posisi terendah dalam hal kemajuan, dan posisi puncak dalam hal kemunduran.
Saya akhirnya sadar bahwa potensi alam yang sangat kaya tidak menjamin kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Banyak negara yang miskin SDA tapi jauh lebih kaya dibandingkan dengan negara yang kaya SDA. Kenapa Jepang yang tergolong negara miskin SDA kekayaannya jauh melebihi Indonesia sedangkan kita yang harusnya jauh lebih kaya dari Jepang masih tergolong negara berkembang yang baru mulai merangkak untuk maju. Kenapa banyak dari rakyat kita begitu bernafsunya untuk bekerja di negara gersang di Timur Tengah sana. Bukan kah tanah kita merupakan surga nya dunia. Kenapa kita biarkan orang lain yang mengelola dan mengatur negara ini sedangkan kita berlomba-lomba hanya untuk menjadi babu di negeri orang. Di mana letak rasa nasionalisme kita?
Sebelumnya , mari kita dudukan terlebih dahulu pengertian nasionalisme. Secara teoritis pengertian nasionalisme menurut Wikipedia adalah adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Kedaulatan yang dimaksudkan tidak hanya kedaulatan dalam bentuk batas negara dan pengakuan dari negara lain atas keberadaan negara ini saja. Tapi lebih luas lagi, kedaulatan juga bisa dalam bentuk kedaulatan ekonomi, kedaulatan politik, kedaulatan pangan, dan kedaulatan-kedaulatan lainnya. Jiwa nasionalisme tidak akan datang begitu saja tanpa ada rasa cinta terlebih dahulu terhadap negeri ini. Cinta terhadap negeri ini pun tak akan dengan senang hati datang jika tidak ada hal yang membuat rakyatnya dapat mencintai negeri tumpah darahnya. 



Apakah berbagai fakta permasalahan di atas ada korelasinya dengan tingkat semangat nasionalisme rakyat Indonesia? Saya tidak tahu pasti karena saya belum pernah melakukan suatu penelitian secara kuantitatif untuk menjawab pertanyaan tersebut. Secara umum sebenarnya saya sangat optimis dengan nasionalisme rakyat Indonesia. Saya masih sangat terharu sewaktu melihat ribuan supporter berteriak kegirangan di Gelora Bung Karno ketika Tim Nasional Indonesia berhasil mengalahkan Tim Nasional negara lain dan sebaliknya mereka menitikkan air mata ketika kita kalah. Saya masih bangga ketika banyak pemuda kita yang mendaftar menjadi relawan untuk mengganyang Malaysia ketika pulau-pulau kita dicaplok. Dan saya masih sangat tersentuh ketika melihat para veteran menitikkan air mata ketika menyaksikan Sang Merah Putih naik perlahan di tiang bendera yang diiringi dengan Lagu Indonesia Raya. Banyak lagi hal-hal yang membuat kita masih percaya bahwa semangat nasionalisme masih kuat tertanam di dalam diri rakyat Indonesia meski masalah bangsa ini kian pelik.
Rasa nasionalisme Timnas seperti yang saya sebutkan di atas adalah bentuk contoh nasionalisme yang paling sederhana. Para supporter Timnas merasa pertandingan yang sedang ia saksikan adalah suatu pertandingan yang mempertaruhkan nama baik bangsanya. Harga diri bangsa seolah tergantung kepada hasil dari pertandingan tersebut. Banyaknya para pemuda yang ingin menjadi relawan untuk berperang melawan Malaysia merupakan suatu bukti kongkrit yang menunjukkan bahwa mereka masih berprinsip wilayah NKRI adalah harga mati walaupun pada kenyataan nya pulau yang mereka akan pertahankan tersebut tidak memberikan manfaat apa-apa bagi kesejahteraan mereka. Seorang veteran perang juga masih terharu ketika hingga sampai penghujung hayatnya ini ia masih melihat Sang Merah Putih yang ia perjuangkan dulu masih berkibar dengan gagahnya.
Apakah nasionalisme yang saya sebutkan seperti di atas sudah cukup?. Belum. Nasionalisme tersebut hanyalah segelintir nasionalisme simbolik belaka jika kita harus dihadapkan dengan permasalahan bangsa yang sangat multidimensional ini. Permasalahan bangsa tidak hanya cukup bisa diselesaikan dengan teriakan ketika timnas berhasil merobek gawang lawan, tidak hanya cukup dengan mengirimkan relawan untuk menggempur negara sebelah, ataupun hanya dengan menitikkan air mata ketika petugas pengibar bendera berhasil menggerek Sang Merah Putih sampai ke ujung tiang bendera. Kita butuh nasionalisme yang lebih besar lagi. Nasionalisme yang benar-benar dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa ini menjadi bangsa yang dipandang oleh negara lain. Nasionalisme yang benar-benar membuat kita berdaulat atas tanah dan segenap kekayaan alam yang terkandung di dalam nya.
Kita juga harus sadar bahwa tak selamanya nasionalisme itu bisa tumbuh secara otomatis di dalam diri setiap rakyat Indonesia. Ia bisa malah menghilang ketika nasionalisme yang mereka pegang selama ini tidak ada artinya bagi mereka. Banyak contoh yang dapat kita jadikan sebagai bahan untuk menjadi perhatian. Banyak kita lihat penduduk yang tinggal di perbatasan lebih memilih untuk bekerja di negara tetangga karena digaji tinggi dan menjual hasil alam mereka di sana karena dibeli dengan harga mahal. Jadi jangan heran jika nanti ketika tiba saatnya mereka tidak hanya memilih bekerja di negara tetangga tapi juga ingin menjadi warga negara di sana.
Bagaimana mungkin seorang anak negeri ini dapat memiliki semangat nasionalisme tinggi jika perutnya saja belum terisi. Bagaimana ia bisa berpikiran jauh ke depan terhadap permasalahan negeri ini jika pendidikannya hanya sebatas tulis baca. Sehingga pada akhirnya kita dapat mengatakan bagaimana mungkin ia tidak merasa  rendah diri dihadapan orang-orang asing ketika ia hanya diperlakukan sebagai budak di negara lain, di negeri sendiri pun ternyata juga begitu.
Siapa yang paling bertanggung jawab? Siapa lagi kalau bukan orang-orang yang telah dipilih untuk menjadi penguasa di negeri ini. mereka lah yang bertugas meningkatkan semangat nasionalisme rakyat. Menjadikan rakyat negeri ini merasa berdaulat atas tanah nenek moyang nya dan berani membusungkan dada di kancah internasional.
Sebenarnya kita memiliki banyak potensi untuk menjadi negara maju. Kita mempunyai rakyat yang bisa dibuat untuk menjadi orang-orang yang fanatik kepada negara ini. Coba kita perhatikan bagaimana fanatiknya bobotoh terhadap Persib, Aremania terhadap Arema, dan fanatisme berbagai supporter bola lainnya di Indonesia ini. Mereka fanatik karena marasa memiliki tim tersebut. Mereka merasa menjadi bagian yang memiliki andil bagi kemenangan tim kesayangannya. Lebih jauh lagi mereka rela mati konyol bagi tim nya tersebut.
Jika pemerintah menyadari akan potensi tersebut maka akan banyak sekali rakyat kita yang cinta akan tanah air nya sehingga menimbulkan jiwa nasionalisme yang tinggi. Jika kita kembali analogikan sebuah tim sepak bola ini sebagai sebuah negara, pelatih dan asisten pelatihnya sebagai presiden dan wakil presiden nya. Para pemain sebagai para menteri, dan para supporter nya sebagai rakyat Indonesia. Ketika para pemain berhasil merobek gawang lawan ( para menteri berhasil menjalankan program/targetnya) maka supporter akan mengapresiasikan nya dengan berteriak kegirangan sehingga menambah semangat para pemain (rakyat akan manjadi senang dan bangga dengan menteri yang bersangkutan sehingga menambah semangat menteri yang bersangkutan). Sebaliknya ketika tim tersebut kalah (para menteri tidak berhasil menjalankan programnya) maka supporter akan kecewa dan membuat kerusuhan di stadion dan jalanan (rakyat akan berdemonstrasi). Ketika ada pemainnya “berkhianat” pindah ke tim lawan, seperti Eka Rhamdani yang pindah dari Persib ke Persisam baru-baru ini, maka para supporter yang tidak terima malakukan aksi protes dengan membakar posternya di jalanan (ketika ada menteri yang “berkhianat” dengan menyelewengkan uang rakyat, seperti mantan menteri sosial yang tersangkut masalah korupsi impor sapi, maka rakyat berdemonstrasi agar beliau segera dicopot). Dari analogi tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa jika saja pemerintah mampu untuk menjadikan rakyatnya fanatik terhadap bangsanya maka segala program dan target yang hendak dicapai tentu akan terwujud.
Sebenarnya untuk membuat rakyat fanatik dengan negara dan pemerintahnya sebagaimana para supporter bisa fanatik dengan tim kesayangannya sama saja. Jika dengan kemenangan demi kemenangan yang disumbangkan oleh para pemain akan membuat supporter merasa tambah fanatik dengan tim nya, pemerintah pun harus berbuat demikian agar rakyat yang dipimpinnya juga merasa fanatik. Pemerintah harus banyak membuat prestasi  yang membanggakan, bukan malah sebaliknya dengan mengukir kesalahan demi kesalahan.
Jadi jangan harap nasionalisme akan tumbuh di dalam jiwa rakyat Indonesia tanpa adanya hal yang membuat nasionalisme tersebut tumbuh. Siapa yang harus memulainya? Siapa yang menjadi motor penggeraknya?. Jawabannya tentu pemerintah. Ilhamsimabua@lembahmanglayang

Related Posts by Categories

7 komentar:

  1. ia,, cuma lg belajar kelas berat nie dek.. :)

    BalasHapus
  2. "Kenapa kita biarkan orang lain yang mengelola dan mengatur negara ini sedangkan kita berlomba-lomba hanya untuk menjadi babu di negeri orang. Di mana letak rasa nasionalisme kita?"
    jawabannya adalah . . .
    indonesia masih kurang percaya diri,kurang menghargai anak bangsa . .
    eh,sebentar . ini indonesianya atau pemerintahnya yah ? ^^a

    BalasHapus
  3. :), indonesia ga salah. pemerintahlah yang salah (kita calon nya). mrk yg seharusnya mengelola dan mengatur negeri ini, menyediakan lapangan (sebenarnya sudah tersedia, banyak malah)bagi rakyatnya.

    akibat buruknya pengelolaan negara ini, semua orang berlomba pergi ke luar negeri,
    yang bodoh jadi babu, yang pintar bekerja di perusahaan asing..
    lalu, di indonesia tinggal siapa?
    yang tinggal adalah orang yang belum beruntung untuk dapat ke luar negeri.

    BalasHapus
  4. waah maaf,izin menyampaikan bahwa saya tidak sependapat dengan saudara kali ini.
    yang tertinggal di Indonesia tidak hanya orang yang ingin menguras sari2 kehidupan aja,
    tetapi jg anak bangsa yang dengan tulus ingin membangun negeri ini.
    dan Indonesia beruntung masih memiliki mereka.
    :)
    positiv thinking.ok?

    BalasHapus
  5. positive thinking? mmg hrs,,
    tp kita juga hrs kritis thdp prmslhn yg mnjerat negeri ini.
    mmg ada juga yg msh mmliki integritas dlm mmbngun indonesia tapi kalah banyak dgn yg bermental korup.

    solusinya, mari berusaha mmperbaiki diri kita dulu.. okeeyy...

    BalasHapus
  6. okee...
    mulai dari hal yg kecil..mulai dari diri sendiri..dan mulai dari sekarang,,,^^

    BalasHapus