Jumat, 24 Juni 2011

Inovasi Pembelajaran Ala Praja IPDN

Pak James Menyampaikan Kuliahnya di Hadapan Praja

Ternyata kreatifitas Praja tidak hanya berputar-putar di bidang olahraga dan seni tapi juga di bidang yang bersifat akademik yaitu suatu terobosan dalam perkuliahan. Mau bukti?. Buktinya kemarin, hari Kamis, tanggal 24 Juni 2011, salah seorang dosen kami, Bapak James Robert Puallilin dengan mata kuliahnya Hubungan Pemerintah Pusat dengan Daerah mengajak para praja dari kelas F.11 dan F.12 Jurusan Kebijakan Pemerintah untuk melaksanakan perkuliahan di Lapangan Parkir Timur di bawah naungan pohon besar nan rimbun. Lho, itu kan idenya dosen, bukan praja. Siapa bilang bukan praja. Sekedar info, Bapak James Robert juga seorang praja lho, cuma 20 tahun yang lalu. Walaupun dosen, naluri seorang purna praja (alumni IPDN ) sangat melekat pada diri beliau, yaitu naluri untuk mentraktir junior, hehe. . Kenapa tidak, setiap kami ditraktir dengan sebuah teh botol. Walau hanya teh botol, tapi nilainya sangat berarti bagi kami karena dapat  menumbuhkan rasa kekeluargaan dan korsa diantara kami dan tentunya dengan beliau, Kak James, hehe,, kan senior.
Ehemm.. yang ditengah paling ganteng
Walau kami harus sering bergeser kursi karena sinar matahari yang juga bergeser terus namun tujuan utama dari kegiatan perkuliahan ini yaitu transfer materi tidaklah terganggu. Dengan antusias para praja mendengarkan materi yang disampaikan dan sesekali menginterupsi jika ada hal-hal yang kurang dipahami. Oh, iya, selama pembelajaran setiap praja juga menggunakan laptop dan modem. Hal ini agar materi dan masalah yang timbul tidak hanya berasal dari Pak James, tetapi juga berasal dari hasil browsing internet dan melemparkannya ke forum untuk didiskusikan bersama. Menarik bukan?.  Metode ini sebenarnya tidak terlampau ribet, karena kami hanya memindahkan kursi dan meminjam mikrofon dari balairung yang bersebelahan dengan lapangan tempat kami belajar, trus mengambil teh botol di Kantin, dan belajar pun dimulai. Gak ribet kan?.
Praja mendengarkan kuliah dengan antusias
Karena kami baru kali ini mengalami suasana belajar yang sangat menyenangkan seperti ini. Pertanyaan seputar Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah pun banyak terlontar dari praja, tentunya dari saya juga, ;-). Setiap praja diberi kesempatan yang sama untuk bertanya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan materi yang disampaikan. Hasilnya, tidak seperti biasannya, jika sebelumnya praja banyak yang malas untuk bertanya di kelas, tapi saat itu para praja merasa sangat bersemangat untuk bertanya, tentunya dengan pertanyaan yang kritis pula. Tidak ada praja yang izin buang air, tidak ada praja yang gak hadir karena alasan sakit, kecuali jaga barak, dan yang lebih spektakuler tidak ada praja yang tertunduk lemas ketiduran, mengantuk pun tidak. Aerobik pagi, lari siang, begadang ngerjain tugas setiap malam, terbukti gak cukup ampuh untuk membuat praja ketiduran saat itu. Ya, mudah-mudaha gak hanya hari itu. Semoga dosen-dosen yang lainnya dapat melakukan hal yang lebih inovatif dan luar biasa lagi. Dan tentunya mengenai materi yang kami bahas, yaitu tentang Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah, di lain waktu saya terbitkan. Mari berkreasi dengan inovasi. Salam dari Kampus Lembah Manglayang. *teguhilham.

Sabtu, 18 Juni 2011

Sejarah Berdirinya Unit Kegiatan Praja Wapa Manggala

Lambang Wapa Manggala
Anggota Wapa Manggala Yama Fajar (Angkatan XI) @ Puncak Manglayang
Cikal bakal berdirinya Wapa Manggala sudah ada sejak angkatan pertama Praja STPDN, yaitu ketika beberapa praja penggemar kegiatan alam terbuka mencoba menyatukan hobinya dalam sebuah organisasi. Namun hal ini belumlah terealisasi secara nyata, sehingga kegiatan-kegiatan tersebut masih bersifat individu dan belum terorganisir. Baru pada angkatan kelima cita-cita tersebut mulai direalisasikan, yang berawal dari dibentuknya Lembaga Swadaya Praja (LSP) Gerakan Cinta Lingkungan (GCL) dengan diprakarsai oleh beberapa fungsionaris Wahana Bina Praja waktu itu didukung oleh ketua STPDN I.G.K Manila, yang yang dikenal sebagai salah satu pemerhati kegiatan alam terbuka di Indonesia (beliau adalah anggota kehormatan WANADRI). Bersama dengan itu, diluar STPDN, Pak Manila diangkat juga menjadi Pembina kehormatan Zabra yang ditandai dengan dibuatnya papan panjat pertama di STPDN yang terletak di depan rumah beliau (dekat Iapangan voli komplek dosen). Maka tidaklah salah apabila dikatakan Wapa dan Zabra adalah saudara kandung se-bapak tidak se-ibu.

Sejalan dengan berdirinya GCL, pada waktu itu Pak Manila menawarkan suatu kegiatan Sekolah SAR yang pertama bagi praja bekerja sama dengan WANADRI (akhir tahun 1996). Sekolah SAR tersebut diikuti oleh perwakilan praja dari Muda hingga Wasana, baik putra maupun putri, setelah melalui berbagai seleksi. Selepas sekolah SAR, para alumni terinspirasi dan mencoba merealisasikan cita-cita untuk mendirikan sebuah organisasi pecinta alam bagi praja, maka dibentuklah organisasi MANGGALA, walaupun belum dinyatakan resmi oleh lembaga karena sudah ada organisasi GCL. Disinilah sebenarnya awal berdirinya Wapa Manggala.

Tahun berikutnya (1997) Sekolah SAR angkatan kedua kembali dilaksanakan, dengan peserta lebih banyak, dan sebagian dari mereka merupakan fungsionaris WBP angkatan VI dan kader-kader fungsionaris Angkatan VII. Selepas Sekolah SAR tersebut, animo untuk mengembangkan MANGGALA semakin kuat. Dengan dimotori oleh alumni sekolah SAR tersebut, maka diambillah inisiatif untuk menggabungkan GCL dengan MANGGALA, kemudian muncullah WAPA MANGGALA, yang artinya kurang lebih adalah sebagai Wahana Praja Mengenal Masyarakat, Gunung, Alam dan Lingkungan.

Munculnya organisasi independent dibidang kegiatan pecinta alam ini mendapat tanggapan yang bagus dari pak Manila, maka sejak saaat itu berdirilah Lembaga Swadaya Praja Wapa Manggala dengan Pembina adalah Pak Manila dan Pak lndrarto (keduanya Pembina Zabra juga). Sayangnya tidak ada catatan resmi yang menyatakan hari jadi dan tanggal berdirinya Wapa Manggala.

Selanjutnya pada masa transisi dari angkatan VI dan VII praja STPDN, sebagai oraganisasi baru, Wapa Manggala mengadakan perekrutan anggota untuk angkatan pertama (1998). Perekrutan anggota ini tidak melalui kegiatan Pendidikan dasar atau proses MABIM sebagaimana seharusnya, yang penting waktu itu adalah menarik animo dan minat praja secara keseluruhan untuk bergabung dan menjadi anggota. Maka kemudian diadakan acara pelantikan angkatan pertama yang terdiri dari angkatan VII dan VIII praja STPDN, secara simbolis di kaki Gunung Manglayang dengan ditandai oleh syal biru tua berlambang delapan arah mata angin sebagai tanda keanggotaan. Jumlah anggota yang dilantik cukup banyak berkisar diatas 50 orang, belum ditambah simpatisan Wapa dan Praja yang Iainnya.

Salah satu komitmen mendasar Wapa Manggala, yang disosialisasikan pada waktu pelantikan angkatan pertama, adalah dinyatakan bahwa dalam Wapa Manggala anggota terbebas dari belenggu senioritas, namun tetap dengan prinsip saling menghargai dan menghormati antar sesama anggota serta dilandasi oleh semangat kebersamaan dan persaudaraan. Source : FB Wapa Manggala

Jumat, 17 Juni 2011

STUDIUM GENERAL : “ Pembangunan Karakter Pribadi untuk Pembangunan Bangsa” ( Disampaikan Oleh Menteri Kebudayaan dan Periwisata RI, Ir. Jero Wacik, S.E, dalam Kunjungan Kerja ke IPDN pada Hari Kamis, 16 Juni 2011)


Menbudpar menjadi pembina apel dihadapan sivitas akademika IPDN

Lagi-lagi Institut Pemerintahan Dalam Negeri Jatinangor kembali di kunjungi oleh tokoh nasional. Tidak seperti kunjungan-kunjungan sebelumnya yang  biasanya hadir adalah para gubernur, bupati ataupun pejabat-pejabat Kementerian Dalam Negeri tapi dalam kesempatan ini yang hadir adalah pejabat yang merupakan orang nomor satu di Kementerian “tetangga” yaitu Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Bapak Ir. Jero Wacik, S.E. Seperti biasa, kunjungan beliau terlebih dahulu di sambut dengan apel gabungan seluruh sivitas akademika IPDN dan beliau diberi kehormatan sebagai pembina apel. Di akhir apel beliau diangkat sebagai pembina kehormatan alumni sekolah tinggi kepamongprajaan karena dianggap sebagai tokoh nasional yang telah berjasa dalam membina kader-kader bangsa.
Menbudpar menyampaikan ceramah umum kepada kurang lebih 3.000 praja
Tak ketinggalan, beliau juga disuguhkan dengan penampilan Korp Drumband Gita Abdi Praja, Rampak Gendang yang merupakan kesenian musik dari Jawa Barat dan tarian Multi Etnik dari Kalimantan Barat yang menyatukan kebudayaan Dayak, Melayu, dan Tionghoa ke dalam satu tarian.
Acara kemudian dilanjutkan dengan penyampaian Studium General  dari beliau di Gedung Balairung Jenderal Rudini yang dihadiri oleh seluruh satuan praja dan para dosen serta pengasuh. Ketika memasuki Balairung beliau kembali disuguhkan dengan tarian dar Bali oleh para praja asal pendaftaran Provinsi Bali. Acara dimulai dengan sambutan dari rektor IPDN, Prof.DR. Drs. I Nyoman Sumaryadi, M.Si. Tema yang disampaikan oleh bapak menteri adalah “Pembangunan Karakter Pribadi untuk Pembangunan Bangsa”.  Kuliah umum tersebut beliau buka dengan menceritakan bagaimana pahit-getirnya kehidupan beliau di masa lalu. Dilahirkan dengan kondisi keluarga yang miskin tidak membuat beliau putus asa dan menyerah dengan keadaan.
Berfoto bersama rektor dan praja hindu di Pura Praja Natha IPDN
“ Kemiskinan jangan dijadikan alasan untuk tidak maju”, itulah salah satu kalimat yang beliau sampaikan dengan penuh semangat. Beliau juga mengungkapkan bahwa dulu beliau sempat ingin untuk mendaftar di APDN atau AKABRI ( sekarang Akmil/Akpol) dikarenakan kuliah nya gratis. Tapi kerena suatu dan lain hal niat itu urung untuk diwujudkan. Walaupun niat tersebut tak terwujud, dengan modal otak yang cerdas beliau mencoba untuk mengikuti tes di ITB karena terinspirasi dengan Bung Karno yang juga lulusan ITB. “Saya kuliah di ITB penuh dengan tantangan karena harus membiayai kuliah sendiri”, beliau mengungkapkan. Tapi dengan modal kecerdasan yang dimiliki beliau mengajar di bimbingan belajar sehingga biaya kuliah nya dapat diatasi.
Inti dari penyampaian beliau sebenarnya adalah mengenai karakter yang dibutuhkan dalam membangun bangsa ini. Dalam kesempatan tersebut beliau membahas dua buah buku beliau yang telah terbit yaitu buku dengan judul “ 24 Karakter Membangun Bangsa” dan “ Jero Wacik: Berpikir Positif adalah Modal Hidup Saya”. Dengan panjang lebar beliau menjelaskan bagaimana seharusnya karakter yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin nantinya agar pembangunan bangsa yang diharapkan dapat terwujud. Salah satu poin penting dari ke dua puluh empat karakter tersebut adalah harus yakin dengan empat pilar bangsa Indonesia, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. “Keempat pilar tersebut adalah harga mati yang tidak dapat ditawar-tawar lagi”, beliau menjelaskan. Blogprajapunya.blogspot.com

Rabu, 15 Juni 2011

Korupsi, dari Rakyat untuk Rakyat : Kenapa Marah?


Add caption
Masih terekam jelas dalam fikiran kita kasus yang menimpa Ny. Siami dan keluarganya. Kasus yang bermula ketika anak nya, Al, siswa SDN Gadel 2 Surabaya mencoba untuk mempraktekkan nilai-nilai kejujuran yang  saya sangat yakin sekali bahwa nilai-nilai tersebut ia dapat kan juga dari guru di sekolah tersebut ketika ia diajarkan Pendidikan Agama, Ilmu Sosial, Budi Pekerti, atau pun pelajaran yang lainnya. Nuansa ironisme sungguh sangat kental terasa ketika sang murid dengan polosnya mencoba untuk mengaplikasikan ilmunya di dalam kehidupannya yang nyata, bukan sebatas tahu tentang teori-teori kejujuran belaka. Tapi ternyata tindakan nya mendapatkan resistensi. Di sinilah letak ironisnya, resistensi dari sang guru,” malaikat” yang dikirim tuhan untuk membuat Al dan teman-temannya menjadi manusia yang seutuhnya.
Tidak cukup sampai di situ. Resistensi yang didapatkan oleh Al juga berasal dari teman-teman dan masyarakat sekitar sekolahnya. Cacian, makian, hinaan lengkap diterimanya. Apakah ia dicaci karena salah?. BUKAN. Ny. Siami dan keluarganya dicaci maki karena tindakan yang dilakukan Al dianggap “aneh”. Aneh karena berbeda. Berbeda dengan tindakan dan pola pikir masyarakat kebanyakan. Jika masyarakat kebanyakan menganggap kelulusan Unas adalah segala-galanya bagi anak mereka dan pihak sekolah menganggap bahwa tingkat kelulusan tinggi adalah segala-galanya bagi pencitraan sekolah mereka maka wajar mereka menganggap tindakan Al harus dihentikan. Al dianggap sebagai tersalah dan ibunya dituntut untuk harus meminta maaf kepada mereka secara terbuka. Aneh bukan?. Aneh memang.
Sedikit pun tak pernah dipikiran saya untuk memojokkan profesi guru, karena memang guru tidak layak untuk dipojokkan tetapi harus di hargai. Tidak semua guru seperti itu. Hanya segelintir oknum lah yang tidak memahami fungsinya sebagai guru. Pun juga saya tidak mau untuk menyalahkan segelintir oknum guru tersebut karena bisa saja faktor keadaan yang memaksa mereka untuk melakukan hal itu.
Adalah suatu hal yang sanggat menggelikan jika kita melihat dan mendengar di berbagai media, rakyat berbondong-bondong menghujat dan mengkritisi berbagai macam kasus tindakan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah. Mereka menyebut para koruptor itu tidak bermoral. Koruptor sangat merusak bangsa. Tapi, tidakkah mereka sadar bahwa para koruptor tersebut dihasilkan dari lembaga pendidikan yang mereka tempuh ataupun dari lingkungan di mana ia tinggal. Saya bukannya bermaksud mengeneralisir bahwa sikap sebagian warga Jl Gadel Sari Barat, Kecamatan Tandes, Surabaya itu merupakan representasi dari seluruh rakyat Indonesia yang kata para guru kita adalah negara yang terkenal dengan budi luhur rakyanya.
Pemerintah sebagai pemegang otoritas untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga secara emosional dan spiritual harus mampu untuk menangkap apa yang menjadi penyebab utama meluasnya perubahan pola pikir masyarakat ini. Apakah sistem Ujian Nasional nya yang perlu diperbaiki, kurikulum yang harus diperbaharui, ataupun hal-hal lain yang bersifat mendasar yang perlu ditata-ulang.  Pesan saya kepada pemerintah, segera selesaikan polemik ini. Pecahkan masalah ini sampai ke akar-akarnya karena masalah ini sangat urgent. Namun, sebelum melempar solusi kepada masyarakat, perbaiki dulu moral anda sekalian. Prajailham@lembahmanglayang

Selasa, 14 Juni 2011

Puncak Pemilihan Puteri Nusantara Angkatan XX Institut Pemerintahan Dalam Negeri


Ibu asuh praja dan rektor berfoto dengan tujuh calon puteri nusantara

Dalam rangka memeriahkan Hari Kartini yang  jatuh pada tanggal 21 April 2011, pada tanggal 13 Juni lalu Satuan Wanita Praja IPDN mengadakan kontes pemilihan Puteri Nusantara dengan memilih dan menyaring para kontestan dari satuan madya wanita praja yang berasal dari seluruh provinsi di indonesia. Acara dimulai dengan penyambutan kedatangan ibu asuh praja, ibu Vita Gamawan Fauzi dengan tarian Pasambahan. Selanjutnya  MC membuka acara dan seluruh hadirin dipersilahkan secara bersama-sama menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya yang dipimpin oleh Praja Puteri.  Acara dilanjutkan dengan laporan Ketua Pelaksana Kegiatan Peringatan Hari Kartini Tahun 2011 dan Pemilihan Putri Nusantara Angkatan XX. Setelah persembahan Lagu oleh Paduan Suara Dharma Wanita Pesatuan IPDN, Bapak rektor IPDN, Prof. Dr. Drs. I Nyoman Sumaryadi, M. Si, berkenan memberikan sambutan dan ucapan selamat datang bagi Ibu Praja. Untuk menampilkan suatu kesan yang baru, format acara yang di selenggarakan pun dibuat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Kemeriahan pun semakin lengkap dengan hadirnya tamu istimewa bagi praja  yaitu hadirnya ibu asuh praja, Ibu Vita Gamawan Fauzi.
Format yang berbeda. Itu lah yang ditampilkan dalam setiap rangkaian kegiatan pemilihan Puteri Nusantara 2011. Jika pada tahun sebelumnya setiap kontingen (provinsi) hanya mengirimkan satu orang wakilnya untuk bersaing dengan wakil dari kontingen lain maka pada peringatan kali ini setiap kontingen mengirimkan tiga orang wakil nya. Dari ketiga calon tersebut akan diseleksi untuk diambil satu orang wakil. Hal ini agar calon pinus (puteri Nusantara) yang akan bersaing nantinya benar-benar teruji kelayakannya, baik dari segi intelektualitas, kepribadian, dan kecantikannya. Dari proses penobatan Pinus nya pun dilaksanakan selama dua tahap, tahap pertama untuk memilih lima besar calon pinus yang dilaksanakan pada tanggal 27 Mei lalu. Sedangkan tahap kedua yang dilaksanakan pada hari Senin, 13 Juni lalu diselenggarakan untuk memilih finalis Pinus 2011.
Tidak seperti acara pada tahap pertama yang banyak menampilkan pertunjukan dan atraksi praja, pada acara puncak ini praja hanya menampilkan beberapa penampilan saja dikarenakan ibu Vita harus menghadiri undangan di tempat lain. Pertunjukkan yang ditampilkan yaitu Tari Pasambahan dari kontingen Sumatera Barat, Paduan Suara Darma Wanita Persatuan IPDN, Papua Dancers, Modern Dance, Tarian Etnik dari Kalimantan Barat, dan ditutup dengan penampilan dari Paduan Suara Gita Puja Wyata.
Ibu Asuh Praja memasangkan selempang Putri Nusantara 2011


Bertindak sebagai dewan juri antara Ibu Ny. Hj. Darwijati I Nyoman Sumaryadi (Ketua Darma Wanita IPDN), Dr Farida Sinaga, MM (Ketua LPM) dan Dr. Rini Anggraini, M.Pd (Dosen dan Ka Lab Komputer dan Bahasa) dan Ibu Vita Gamawan Fauzi selaku Juri Kehormatan. Proses penilaian dilakukan dengan kegiatan tanya jawab antara juri dengan para finalis. Setelah para dewan juri mengakumulasikan nilai maka terpilih lah putri nusantara dari Sumatera Utara, MWP. Rizki Wulandari, disusul juara kedua dari Sumatera Barat, MWP. Elvira Mulya Nalien, dan juara ketiga diperoleh oleh Elok Mufidatut Tarwiyah dari Provinsi Jawa Timur.
Dalam sambutannya ibu Vita menyatakan merasa bangga dengan seluruh satuan praja atas kreatifitas praja dalam memperingati hari kartini. "Kreatifitas seni yang ditampilkan oleh anak-anakku praja perlu terus dikembangkan dan dilestarikan sebagai suatu kebanggaan tersendiri bagi bangsa indonesia pada umumnya dan bagi lembaga institut pemerintahan dalam negeri pada khususnya", Ujarnya.
Selanjutnya diungkapkan bahwa rangkaian kegiatan yang telah dilaksanakan oleh satuan praja merupakan hal yang menunjukkan bahwa praja IPDN mempunyai berbagai potensi, mulai dari perlombaan-perlombaan yang menuntut kreatifitas praja termasuk juga kegiatan pemilihan “putri nusantara” dengan konsep yang berbeda pada perayaan kartini pada tahun ini, hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi saya selaku ibu praja.  "Pemilihan putri nusantara yang telah menjalani beberapa tahapan penyeleksian yang cukup ketat hendaknya bisa menjadi bahan pertimbangan bagi para putri nusantara yang terpilih agar dapat menjadi perwakilan tiap kontingen yang mampu mewakili kebudayaan daerahnya serta menjadi panutan bagi teman-teman disekelilingnya", tegasnya.
Kemudian Ibu praja berharap, kelak nanti ketika wanita praja yang ketika terjun ke masyarakat akan mempunyai peran ganda yaitu sebagai wanita karir dan sebagai ibu rumah tangga yang mana hal tersebut merupakan salah satu indikator kesuksesan wanita di zaman modern ini. Kita ketahui banyak wanita yang sukses hanya disalah satu bidang saja, akan tetapi wanita praja sebagai kader aparatur pemerintahan di tuntut untuk bisa membagi waktunya antara keluarga dan karir yang digelutinya.  Untuk peringatan hari kartini ke 132 ini selain ditujukan untuk mengenang jasa-jasa pahlawan wanita raden ajeng kartini, juga menyadarkan kita para kaum perempuan khususnya wanita praja akan kodratnya sebagai perempuan yang kelak menjadi seorang ibu dari anak-anaknya dan istri dari suaminya.
Pada akhir sambutannya beliau menyampaikan sebuah pepatah yaitu  kesuksesan berawal dari mimpi, maka sesuai dengan tema peringatan hari kartini ini “ dare to dream “  (berani bermimpi) yang mempunyai makna bahwa tidak ada suatu kesuksesan jika tidak diawali dengan mimpi atau angan-angan, mimpi merupakan suatu garis abstrak yang akan diperjelas menjadi gambar nyata melalui sebuah perjalanan panjang yang dinamakan dengan “usaha”. Seandainya untuk bermimpi saja seseorang wanita takut, bagaimana mungkin dia dapat membuat kesuksesan dari sebuah tujuan secara nyata. "Dari analogi tersebut marilah kita lukis mimpi tersebut dengan mewujudkannya menjadi sebuah prestasi dikehidupan nyata seorang wanita guna tercapainya  prestasi yang lebih tinggi", pesannya.