Rabu, 09 Februari 2011

Kompetisi WEB Kompas MuDA & AQUA : Krisis Air, Ancaman Bagi Masa Depan Bangsa

Kompetisi Web Kompas Muda & AQUA
Ajang Kompetisi Web Kompas Muda & AQUA


Tema : It’s About Us : Air untuk Masa Depan

krisis air di Indonesia, sumber : republika.co.id
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ”. itulah bunyi kalimat dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2.  Kalimat tersebut mengamanatkan dengan jelas bahwa negara wajib menjamin dan menyelenggarakan penyediaan air secara cukup dan dapat dijangkau oleh setiap warga negara. Pada tingkat internasional, hak atas air yang setara juga diteguhkan dalam Ecosoc Declaration (Deklarasi Ekonomi, Sosial, dan Budaya) PBB pada bulan November 2002. Tapi kenyataannya, akses masyarakat untuk mendapatkan air yang murah dan terjangkau saat ini sangat sulit.
Air merupakan komponen terbesar yang menyelimuti permukaan bumi kerena 70,8 persen dari permukaan bumi tertutup oleh air. Itu artinya air merupakan “aktor utama” yang memainkan peran penting bagi roda kehidupan seluruh makhluk hidup di bumi ini. Secara kuantitas, ketersediaan air dengan jumlah yang sangat besar tersebut mampu untuk memenuhi seluruh kebutuhan akan air di bumi ini. Tapi banyak kenyataan ironis yang terjadi di berbagai belahan bumi ini. Betapa banyak manusia di belahan bumi sana yang tidak menikmati air yang melimpah tersebut. Sebaliknya di belahan bumi lain tak sedikit juga manusia menderita akibat datangnya air yang tak terbendung. Begitulah air dengan segala permasalahannya.
Tak hanya di Afrika yang terkenal dengan krisis airnya. Indonesia saja yang notabene merupakan negara maritim tak terlepas dari kemelut air. Dalam acara Forum Air Dunia II (World Water Forum) di Den Haag (Maret, 2000) disebutkan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara yang akan mengalami krisis air pada 2025. Air tidak lagi menjadi sumber daya yang murah dan mudah didapatkan. Masyarakat terutama di kota tidak bisa lagi dengan senang hati menimba air tanah melalui sumur-sumur mereka karena air tanah sudah dangkal karena kurangnya daerah resapan air dan sebagian besar sudah tercemar limbah industri.  Pemantauan terhadap 48 sumur dilakukan di Jakarta pada tahun 2004.  Hasil pemantauan menunjukkan  hampir sebagian besar sumur yang dipantau telah mengandung bakteri coliform dan fecal coli.   Persentase sumur yang telah melebihi baku mutu untuk parameter Coliform di seluruh Jakarta cukup tinggi,  yaitu mencapai 63% pada bulan Juni dan 67% pada bulan Oktober.  Krisis air juga disebabkan oleh kelemahan dalam pengelolaan air, seperti pemakaian air yang tidak efisien.
Tidak hanya air tanah yang tercemar dilaporkan juga sebanyak 64 dari total 470 Daerah Aliran Sungai (DAS)  yang ada di Indonesia saat ini dalam kondisi yang kritis. Dari 64 DAS kritis tersebut, berada di Sumatera 12 DAS, Jawa 26 DAS, Kalimantan 10 DAS, Sulawesi 10 DAS, Bali, NTB dan NTT 4 DAS, Maluku serta Papua 2 DAS (sumber: www.walhi.or.id )
negeri yang kaya tapi miskin, sumber
: koran-jakarta.com
Persoalan krisis air bersih ini tidak dapat dipandang sebelah mata oleh pemerintah sebagai penjamin ketersediaan air yang layak bagi masyarakat. Kurangnya pasokan air dapat mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan perekonomian bangsa. Pihak yang akan paling merasakan dampaknya secara langsung adalah petani dan pembudidaya ikan yang merupakan pelaku sektor perekonomian terbesar. Swasembada pangan yang merupakan salah satu prestasi kita di bidang pertanian di masa lalu tak terlepas dari peranan ketersediaan air yang bersih dan cukup. Di samping mengganggu kegiatan ekonomi rakyat secara langsung, krisis air bersih juga akan menimbulkan efek lain yang tak kalah berbahaya nya yaitu mewabahnya berbagai macam penyakit. Wabah penyakit akan sangat mudah menular dengan keadaan ini. Jika penularan wabah penyakit ini sudah sampai kepada tahap yang mengkhawatirkan maka kerugian yang ditimbulkan juga akan sistemik. Kerugian negara akan jauh lebih besar lagi kerena pemerintah harus mengeluarkan subsidi yang tidak sedikit untuk mengobati masyarakat yang terjangkit wabah tersebut. Selain itu produktifitas masyarakat secara keseluruhan juga akan terganggu.
Pemerintah seharusnya bisa untuk mencontoh negara-negara yang telah sukses dalam mengatasi krisis air seperti Jepang atau negara-negara di Timur Tengah yang dengan mengagumkan dapat menyulap gurun pasir tandus menjadi lahan pertanian yang subur. Sebenarnya, pekerjaan rumah pemerintah tidaklah seberat mereka yang mengubah gurun pasir menjadi lahan pertanian yang subur. Tuhan telah memberikan kita modal negeri yang subur. Tugas yang diberikan kepada kita hanya untuk menjaga dan mengelola keteraturan siklus air sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan manusia dan seluruh mahkluk hidup di negeri ini.  
Sebenarnya kalau pemerintah berkemauan ke arah tersebut, usaha untuk mewujudkan ketersediaan air yang layak dan cukup bagi rakyat tidak lah membutuhkan teknologi yang canggih. Pemerintah cukup membenahi perencanaan tata ruang kota dengan menyediakan kawasan hijau yang memenuhi syarat minimal yaitu seluas 30 persen dari luas total kota. Selain itu, penegakan hukum di negara ini juga perlu dibenahi. Pemerintah harus serius dan bersungguh-sungguh dalam memberantas para pelaku illegal logging, mencegah pendirian pabrik di daerah yang berpotensi sebagai kawasan pertanian atau perkebunan,  dan terus berupaya menghijaukan kembali hutan yang telah rusak.
Satu hal yang harus benar-benar kita tanamkan ke dalam setiap hati sanubari kita semua bahwa sesungguhnya alam ini merupakan titipan dari anak cucu kita. Akankah kita mewariskan alam yang telah rusak ini kepada mereka?. Haruskah mereka menderita akibat ulah kita hari ini?. ( ditulis untuk mengikuti Kompetisi Web Kompas Muda & AQUA ) 

Bagi para blogger yang juga berminat untuk mengikuti Kompetisi Web Kompas Muda & AQUA ini dapat melihat infonya di mudaers.com
 

Related Posts by Categories

Tidak ada komentar:

Posting Komentar