Sabtu, 23 Oktober 2010

Tips dan Trik untuk Lulus Menjadi Praja IPDN ( Berdasarkan Pengalaman Pribadi)

Jika mendengar ada yang mengucapkan tentang IPDN secara spontan yang terlintas di fikiran kita (kebanyakan) pasti tidak jauh dari keadaan kampus yang tidak kondusif, mengerikan, penuh kekerasan, intimidasi dari senior terhadap junior, masuknya pake uang pelicin, para prajanya kebanyakan anak-anak pejabat, ataupun masa depan sudah dijamin sebagai PNS, ataupun sebuah tempat penempaan kader pemimpin pemerintahan dalam negeri. Semua pandangan tersebut sah-sah saja terlintas di setiap pikiran kita yang memang fitrahnya diciptakan berbeda-beda oleh Yang Maha Kuasa. Sah-sah saja jika ada yang memandang IPDN sebelah mata ataupun bangga dengan eksistensi IPDN. (Kayaknya tulisan saya sudah mulai tak tentu arah nih).
Oke, berbicara mengenai jumlah peminat sebagai capra (calon praja) dari tahun-ketahun dapat kita ambil rata-rata peminatnya setiap tahunnya sangat tinggi yakni sekitar 15.000 sampai 20.000 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah praja yang diterima setiap tahun nya yakni berkisar antara 1.000 sampai 1.500 praja  (tergantung kebutuhan Pemda) tentunya persaingannya sangat ketat. Sebagai contoh kita ambil salah satu propinsi yang tergolong banyak peminatnya yaitu Sumatera Barat (asal pendaftaran penulis,hehe..). ketika penulis mendaftar sebagai calon praja pada tahun 2008 peminatnya mencapai 2000 orang sedangkan yang diterima sebanyak 49 orang.
Tulisan ini secara khusus saya tujukan kepada adik-adik calon praja ataupun kepada para orang tua yang ingin mengkaderkan anaknya menjadi seorang birokrat. Hal yang terpenting yang perlu kita yakini yaitu kesempatan itu ada dan kita semua yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama untuk dapat menjadi bagian dari IPDN seberapa ketat pun persaingan yang ada.
Ada beberapa Tips dan Trik yang mungkin dapat menjadi suatu masukan agar persiapan para calon praja menjadi terarah, antara lain:
1.    Luruskan niat untuk menjadi Praja IPDN, bukan semata-mata untuk mengejar status PNS tapi juga sebagai Abdi Praja (Pelayan Masyarakat).
2.    Aktif mencari tahu kapan jadwal tes IPDN dimulai. Hal ini karena tidak semua Pemda mengumumkan secara terbuka jadwal penerimaan calon praja. Informasi dapat di dapat di kantor BKD (Badan Kepegawaian Daerah) setempat.
3.    Lengkapi semua persyaratan yang telah ditetapkan. Kalau perlu teliti kembali semua berkas-berkas yang telah disusun. Untuk persyaratan yang diperlukan lebih lengkapnya lihat link berikut ini http://blogprajapunya.blogspot.com/2011/05/penerimaan-calon-praja-ipdn-tahun.html
4.    Terus ikuti perkembangan tes nya. Karena tes nya terdiri dari lima tahapan tes di daerah(administrasi, psikotes, kesamaptaan, kesehatan, dan kemampuan akademik) dan satu tahap terakhir yang dilaksanakan di Jatinangor (Pantukhir). Jangan sampai ada tes yang terlewat karena tes nya memakai sitem gugur. Intinya sering-sering mencari informasi ke BKD.

5.    Tips untuk mengikuti keenam tahapan tes :
a)    Tes Administrasi.
Lengkapi secepatnya semua persyaratan yang diminta. Makin awal melengkapi makin baik. Hal ini untuk menghindari ramainya peminat lain yang mengurus hal yang sama di kantor yang sama. Selain itu hal ini untuk mengantisipasi jika ada berkas yang salah kita masih mempunyai waktu untuk memperbaikinya.

b)    Tes Psikologi (Psikotes)
Tes Psikologi ini biasanya dilaksanakan di ibukota Provinsi. Saran penulis jauh-jauh hari sebelum hari H calon praja membiasakan untuk membahas soal-soal psikotes yang banyak dijual di toko buku. Guna nya bukan supaya IQ kita langsung naik drastis tapi agar kita familiar dengan soal-soal psikotes tersebut sehingga kita memiliki tingkat kepercayaan diri ketika mengerjakannya.
Bagi capra yang rumahnya jauh dari ibukota provinsi hal penting yang perlu dipersiapkan yaitu keberadaan kita di lokasi tes sebaiknya beberapa hari sebelum tes dilaksanakan agar kondisi badan tetap fit ketika tes berlangsung.
Ketika tes berlangsung pastikan anda mematuhi waktu mengerjakannya. Patuhi juga aturannya. Jangan mencontek (masak calon kader gak jujur?)

c)    Tes Kesamaptaan
Tes Kesamaptaan yaitu tes ketahanan dan kekuatan fisik. Tes kesamaptaan terdiri dari dua jenis, yaitu kesamaptaan A dan kesamaptaan B. Tes Kesamaptaan A yaitu Lari keliling Lapangan Bola selama 12 menit. Untuk capra putra usahakan minimal terlewati 6 putaran dan untuk putri usahakan minimal 5 putaran. Tes kesamaptaan B terdiri dari Push Up (Usahakan Minimal 30 kali), Sit Up (usahakan Minimal 30), Pull up (minimal 4 kali), dan shuttle Run/ lari membentuk angka delapan sebanyak tiga putaran (minimal 19 detik). Sebelum tes Samapta berlangsung hendaknya jauh-jauh hari latihan fisik yang teratur kalau perlu didampingi instruktur (malahan ada yang membuka les privat lho). Tapi jika kondisi keuangan tidak memungkinkan tidak perlu dipaksakan untuk memakai instruktur. Cukup mengerti teknik yang benar saja, selanjutnya berlatihlah secara mandiri.
 Ketika hari H sudah semakin dekat hentikan latihan-latihan berat, cukup latihan ringan seperti lari-lari kecil saja dan perbanyak konsumsi multivitamin dan buah-buahan.
d)    Tes Kesehatan
Tes Kesehatan biasannya dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah. Bagian-bagian yang di cek adalah mata ( maksimal Plus Minus 1,0), gigi ( tidak boleh memakai kawat, kalau ada gigi yang berlubang ditambal ataupun jika sudah terlalu parah sebaiknya dicabut). Tinggi badan untuk pria min. 160 cm, untuk wanita 155 cm. selanjutnya pemeriksaan darah, kelamin, THT, jantung, paru-paru, dan organ-organ dalam lainnya.
e)    Tes Akademik
Tes Akademik merupakan tes terakhir yang dilaksanakan di daerah. Tes Akademik dilaksanakan di ibukota provinsi. Materi yang diujikan yaitu Matematika Dasar, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Kewarganegaraan. Tes berbentuk pilihan ganda. Tidak ada sistim minus. Jadi usahakan lembar jawaban terisi semua. Setelah anda lulus dalam tes ini maka kesempatan anda diterima sebagai praja IPDN sudah semakin besar.
f)     Pantukhir ( Penentuan Akhir)
Pantukhir yaitu tes terakhir yang dilakukan di kampus IPDN pusat di Jatinangor, Jawa Barat. Tes yang diberikan yaitu Kesamaptaan, kesehatan, dan tes wawancara. Untuk kesamaptaan dan kesehatan tolak ukur nya sama dengan yang dilaksanakan di daerah. Khusus untuk tes wawancara ada beberapa tips yang sekiranya perlu diperhatikan antara lain bersikap tegas dan tegap ketika ditanya. ketika di suruh menjawab pertannyaan jawablah langsung pada intinya (Praja biasa menyebutnya dengan istilah Jangan Banyak Penjabaran). Tidak ada standar pertannyaan apa saja yang ditanyakan. Tapi berdasarkan pengalaman yang ditanyakan seperti nama-nama menteri, pancasila, menyanyikan lagu wajib, memperkenalkan diri dalam bahasa Inggris, atau apa saja yang terlintas dipikiran penanya. Kalau saya dulu yang ditanyakan yaitu berat dan tinggi badan serta NEM. Tapi jangan salah banyak juga calon praja yang gugupnya luar biasa sehingga ditanya nama orang tua saja lupa. Maklum saja yang tim penanya terdiri dari Sekjen, dirjen, irjen, dan orang-orang yang berada di tataran top level Kementerian Dalam Negeri. Saran saya sebelum wawancara bangun dulu mental dan kepercayaan diri seperti berlatih berbicara di depan cermin dan sebagainya.

6.    Setelah semua tes dilaksanakan dengan sungguh-sungguh tunggulah hasil tes nya dengan sabar. Berdoalah kepada Yang Maha Kuasa agar diberikan hasil terbaik.
Bagi yang lulus selamat menjadi Praja IPDN akan tetapi bagi yang BELUM lulus semoga bersabar karena tahun depan gerbang Kesatrian IPDN masih terbuka lebar.
Note * ada cara cepat untuk lulus yaitu melalui “pintu samping” dan “pintu Belakang” jika anda atau orang tua anda bisa mengurusnya. Silakan saja dengan cara itu. Tapi cara itu hanya untuk orang-orang yang tidak takut dengan tuhan dan mau merebut hak satu calon praja lain yang seharusnya lulus. Ingat perbuatan itu hanya akan menzalimi diri sendiri dan orang lain. (Nindya Praja Teguh Ilham Simabua, 23 Oktober 2010)


Jumat, 22 Oktober 2010

Refleksi Setahun Kinerja SBY-Boediono : Sebuah Fotamorgana Keberhasilan


Setahun yang lalu masih terekam jelas di benak kita janji kampanye yang dengan lantang diikrarkan oleh duet pasangan calon presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan calon wakil presiden Boediono yang memberikan empat harapan perbaikan ekonomi kepada kurang lebih 200 juta penduduk Indonesia. Keempat harapan itu adalah pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi 7 persen, inflasi 5 persen, pengurangan kemiskinan menjadi 8-10 persen dan pengurangan pengangguran menjadi 5-6 persen. Harus diakui bahwa menurut banyak pengamat ekonomi bahwa pertumbuhan ekonomi makro selama setahun ini menunjukkan data yang memuaskan. Di akhir 2010 diperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 6 persen. Di samping itu rupiah juga mulai menampakkan taringnya atas dolar menjadi 8.950 per dolar dan cadangan devisa mencapai US$ 100 miliar pada akhir 2010. Daya tarik ekonomi kita pun membuat modal global (capital inflow) mengalir deras ke Indonesia sebagai dampak buruknya kondisi perekonomian beberapa negara-negara maju. Akan tetapi “uang panas” tersebut pada kenyataannya tidak menyentuh sektor riil perekonomian masyarakat. Itulah yang membuat  kita bertanya, apakah ukuran makroekonomi tersebut banar-banar prestasi pemerintah yang menyejahterakan rakyat banyak mulai dari kalangan petani bercangkul hingga pejabat berdasi, atau hanya “membahagiakan” kalangan pejabat berdasi saja?.
Di akhir masa satu tahun pengabdian pemerintah yang sedang berjalan ini mereka juga mengklaim pengangguran turun drastis hingga 7,4 persen ( data BPS). Kemudian timbul lagi pertanyaan, apa tolak ukur yang digunakan pemerintah sehingga angka pengangguran kita lebih sedikit dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat yang angka penganggurannya mencapai 9,5 persen, wilayah Euro 10 persen, Inggris 6,7 persen, Jerman 7,6 persen, India 10,7 persen, dan China masih 9,6 persen?. Hal ini tentu menjadi pertanyaan besar bagi kita, apakah data ini menunjukkan tenaga kerja kita jauh lebih berkualitas daripada tenaga kerja mereka?.
Di sektor lain pun pemerintah belum pantas mendapatkan nilai delapan. Dalam hal transportasi berbagai catatan kelam telah terlanjur terukir di dalam sejarah. Hingga 31 Juli 2010 telah terjadi 32 kecelakaan kereta api dengan kecelakaan terparah antara K.A Argo Anggrek dengan K.A Senja Utama di Petarukan, Pemalang yang menewaskan 36 orang. Padahal Menteri Perhubungan Freddy Numberi begitu ambisius mencanangkan target Zero Accident di awal masa jabatannya.  Begitu juga dari sektor kehutanan. Kejahatan pembalakan liar yang terjadi di beberapa hutan di Indonesia juga masih jauh dari kata selesai. Kasus terakhir yang boleh dibilang menggelikan yaitu pernyataan yang berubah-ubah dari menteri Kehutanan kita mengenai penyebab bencana di Wasior, yang pada awalnya beliau mengklaim bahwa penyebabnya adalah karena penggundulan hutan tapi kemudian diralat menjadi bencana alam murni.  Dari segi penegakan hukum tampaknya juga perlu digaris bawahi. Masih banyak perkara hukum yang masih belum jelas ujung pangkalnya. Sebut saja masalah Lumpur Lapindo, Bank Century, kasus hilangnya ayat Tembakau, Kasus Bibit-Candra, Masalah perbatasan, Makelar Pajak Gayus Tambunan dan sebagainya. Belum lagi masalah yang berasal dari internal lembaga legislatif (DPR)   yang turut mangambil antrian untuk “diobati”.
Tulisan ini bukan bermaksud untuk mencari-cari celah kesalahan SBY-Boediono. Hal ini hanya untuk mengingatkan kembali bahwa masih ada PR yang masih menunggu untuk diselesaikan oleh SBY-Boediono. Kiranya sisa waktu empat tahun tersisa sangatlah singkat untuk melakukan perubahan besar. Tapi bukankah perubahan besar itu prosesnya HARUS dimulai dari SAAT INI?. *teguh ilham, 22 oktober 2010

Rabu, 20 Oktober 2010

Perencanaan Kawasan Hijau Perkotaan yang Tepat Untuk Kota yang Ideal

“To change life, we must first change space...” (Henri Lefebvre)
Kota memang sarat dengan kehidupan yang serba cepat, lalu-lintas padat, bangunan menjulang tinggi serta asap kendaraan yang mengepul sepanjang hari. Namun jika keadaan yang menjadi ciri khas kota tersebut tidak diimbangi dengan tindakan untuk menguranginya maka kota akan menjadi neraka bagi penghuninya. Kota adalah tempat warga kota hidup dan bertinggal, tempat mereka bekerja atau belajar, bahkan kota adalah tempat untuk bermain. Kota yang ideal tidak hanya memiliki ketahanan pangan ataupun ketahanan energi semata, tetapi juga ketahanan atas udara bersih. Pertumbuhan ekonomi secara besar-besaran tidak boleh lantas mengorbankan kesehatan kota dan warga yang tinggal di dalamnya. Memang seringkali aktifitas ekonomi perkotaan sering mengorbankan kelestarian lingkungan, maka jika kita analogikan dengan tubuh manakah yang kita pilih uang berlimpah tapi tubuh sakit-sakitan atau kekayaan biasa saja tapi tubuh sehat bugar.
Kesehatan kota terutama ditentukan oleh kualitas dan kuantitas paru-paru kota khususnya Ruang Terbuka Hijau-nya. Implikasinya, harus ada kontrol dan pengendalian terhadap perubahan guna lahan dari Ruang Terbuka Hijau menjadi guna lahan untuk aktivitas ekonomi yang lebih menguntungkan. Adapun kota yang ideal (good city) menurut Kevin Lynch mengandung lima kriteria; vitality, sense, fit, access, control, dan dua meta kriteria; efficiency and justice.
Menurut Lynch, unsur ketahanan (vitality) dalam kriteria kota ideal mengandung makna bahwa sebuah kota harus mampu menunjang fungsi vital kehidupan seperti ketercukupan persediaan makanan, energi, air, udara, pembuangan sampah, yang harus selalu tersedia sepanjang waktu. Khusus untuk menjamin ketercukupan udara bersih yang diperlukan masyarakat serta menjaga keseimbangan ekosistem kota (baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain) maka pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Pasal 29 mensyaratkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota.
Mantan Presiden B.J. Habibie dalam seminar nasional bertajuk 'Tantangan Perencanaan Perkotaan Masa Depan yang Berkelanjutan dalam Mendukung Pengembangan Pemukiman' di Pendopo Departemen PU mengatakan "Yang ideal untuk ramah lingkungan penghijauan 30 persen. Untuk mandiri bisa 60 persen," (kompas, 11 oktober 2009). Ruang hijau dapat direkayasa dengan jaringan penghijauan taman kota, tempat bermain dan olahraga, kebun halaman perumahan, jalan, serta kuburan.

Semua elemen masyarakat kota harus pintar-pintar dalam menciptakan kawasan hijau di kota, kreatif dalam memanfaatkan ruang yang minim. Pemerintah khususnya pemerintah kota juga harus mengeluarkan regulasi yang kreatif untuk merangsang minat warganya dalam mewujudkan kota yang hijau ini. Partisipasi masyarakat dan LSM terkait lokasi mana saja yang layak menjadi Ruang Terbuka Hijau harus diperhatikan dengan membuka kesempatan untuk memberikan saran dan informasi kepada pembuat kebijakan (decision maker) khususnya kepada pihak-pihak yang saat ini sedang disibukkan dengan kegiatan pembuatan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRW Kota) agar kawasan hijau yang akan dibangun tidak merugikan pihak manapun. Keuntungan pelibatan masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik (planning by people)adalah meningkatnya rasa memiliki masyarakat (sense of belonging) terhadap berbagai Peraturan Daerah.
Jika keadaan kota sudah terbenahi dengan baik maka masyarakat kota akan merasa nyaman tinggal di dalamnya dan perekonomian akan semakin meningkat. Tapi pemerintah juga harus mencegah efek samping yang akan timbul, yaitu urbanisasi masyarakat desa. Ini berarti kawasan pedesaan juga memerlukan perhatian(*)

Pendidikan: Aset Bangsa yang Terlupakan

Siapa yang tidak kenal dengan indonesia, sebuah negara yang sangat kaya dengan sumber daya alamnya. Sebuah negara yang dari dulu hingga sekarang menjadi incaran negara-negara industri. Incaran karena ketidakmampuan rakyatnya dalam mengolah kekayaan alam yang nilainya tidak akan habis hingga tujuh keturunan. Itulah Indonesia dengan segenap ketidakmampuan sumberdaya manusianya dalam mengurus sumberdaya alamnya. Rakyatnya terlena dengan nyanyian Kolam Susu, dengan tongkat kayunya yang bisa jadi tanaman. Alam yang nyaman melenakan rakyatnya hingga membuat negara kaya yang notabene alamnya tak menyediakan apapun untuk merasa terpanggil untuk ikut “membantu” rakyat Indonesia dalam “mengurus” (menurut saya mungkin lebih tepat menguras) kekayaan alam yang katanya sayang jika didiamkan saja.
Sumber Daya Manusia, itulah kata kunci nya. Mengapa kita terutama pemerintah seolah tidak begitu peduli dengan hal itu. Padahal hal itu adalah investasi dasar dan strategis bagi kemajuan bangsa. Investasi yang jauh lebih penting dari investasi di bidang pertambangan, minyak bumi, kelautan, dan sektor lain yang katanya untuk kemakmuran rakyat. Dalam hal persaingan antar bangsa di era globalisasi, pendidikan merupakan kebutuhan primer bangsa. Hal itu tidak dapat kita pungkiri lagi. Keadaan di atas saya rasa cukup tepat menggambarkan keadaan Indonesia saat ini dan mungkin akan terus berlanjut jika kita terus seperti ini. Berlanjut hingga kita mau berubah.
Jika kita dalami, segala persoalan yang dihadapi bangsa kita saat ini semua bermuara pada masalah pendidikan. Kasus kecurangan Pemilu, Bank Century, Gayus, ilegal logging,dan berbagai kasus korupsi merupakan efek dari gagalnya proses pendidikan mental dan moral bangsa. Kasus penganiayaan TKI di luar negeri merupakan efek dari rendahnya kualitas pendidikan keterampilan rakyat kita. Kasus penyelenggaraan UAN yang tidak sehat dan plagiatisme di kalangan akademisi merupakan kegagalan dari pendidikan akademik kita. Ketiga komponen pendidikan tersebut lah yang membuat permasalahan bangsa kita tak kunjung usai.
Dari segi sistem pendidikan juga kita tampaknya masih tertinggal, mulai dari peraturan perundang-undangan yang senantiasa yang berubah-ubah, kurikulum pendidikan yang juga tidak konsisten yang tercermin dalam berbagai perubahan kurikulum yang pernah ada, mulai dari kurikulum 1968, Kurikulum 1975, kurikulum 1984, Kurikulim 1994, KBK dan KTSP (Abd. Rachman Assegaf, 2005). Perubahan yang sering ini terkesan baik untuk meningkatkan kualitas pendidikan kita. Namun akibat yang ditimbulkan nya pada kenyataannya malah menimbulkan dampak negatif yang lebih besar. Namun alih-alih mencapai sasaran, pembangunan pendidikan melalui perubahan kurikulumnya ini nampak sekedar aksi trial-error buah dari peralihan kepemimpinan di tingkat pemegang kuasa politik di Indonesia (Mustatho’, 2010).
Sudah saat nya pemerintah lebih serius lagi menangani masalah usaha peningkatan sumber daya manusia ini. Mulai dari penerbitan peraturan perundang-undangan yang pro rakyat miskin dan jauh dari pengaruh unsur politik. Jangan kita pandang sebelah mata lagi pentingnya pendidikan karena pendidikan berimplikasi besar terhadap pengembangan sektor-sektor lain. Jika mutu pendidikan kita telah maju, kita tidak perlu lagi mendatangkan tenaga ahli dari luar, kita tidak perlu lagi mengimpor barang yang sebenarnya kita bisa penuhi sendiri, dan kita tidak perlu lagi menyerahkan kekayaan alam kita untuk dikembangkan oleh negara asing. Harga diri bangsa ini tergantung bagaimana kita menghargai pendidikan itu sendiri sehingga ucapan Presiden Nixon yang pernah mengatakan bahwa Indonesia adalah penghasil upeti terbesar di Asia bagi Amerika akan segera terbantahkan.(*)