Ketersediaan
infrastruktur penghubung antar pulau seperti jembatan Selat Sunda sebagai
penghubung antara Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa merupakan Social Overhead
Capital yang memiliki keterkaitan
yang sangat kuat dengan tingkat perkembangan wilayah, yang antara lain
dicirikan oleh laju pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Hal
tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa negara
yang mempunyai kelengkapan sistem infrastruktur yang lebih baik, mempunyai
tingkat laju pertumbuhan
ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik pula, dibandingkan dengan daerah
yang mempunyai kelengkapan infrastruktur yang terbatas. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa penyediaan infrastruktur merupakan faktor kunci dalam mendukung
pembangunan nasional.
Apabila jembatan Selat Sunda jadi
terealisasi, maka hal ini tidak terlepas juga dari gagasan yang diprakarsai
oleh 15 negara Asia pada tahun 1971 akan ada sistem jaringan jalan trans-Asian
Highway, disamping kebutuhan pengembangan perekonomian sub-regional
Jawa-Sumatera. Ide pengembangan jaringan jalan ini merupakan wujud dari
kemajuan pesat kerjasama ekonomi di kawasan Asia-Pasifik yang ditandai dengan
terus meningkatnya arus barang dan penumpang yang menggunakan prasarana dan
fasilitas penyeberangan antar bangsa. Wujud dari peran-serta negara yang
dilintasi jaringan trans-Asian Highway dan merupakan tanggung-jawab negaranya
adalah dengan meningkatkan kelancaran arus barang dan penumpang melalui
pengadaan maupun pengaturan prasarana jalan dan penyeberangan ferry.
Jika Jembatan Selat Sunda ini terealisasi akan
menimbulkan dampak ganda yaitu dampak langsung dengan lancarnya arus transportasi
antara Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa sehingga perekonomian bangsa dapat
meningkat dengan cepat serta dampak tidak langsung yang dapat menjadi suatu
kebanggan bagi Indonesia karena banyak pihak yang beranggapan proyek ini adalah
sebuah proyek mimpi belaka.
PENTINGNYA PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA (JSS)
Rencana
pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) yang menghubungkan pulau Jawa dan Sumatera
semakin jelas. Diperkirakan tahun 2013
pembangunan fisik akan dimulai. Percepatan pembangunan
jembatan penghubung antara pulau Jawa dan Sumatra itu dilakukan sebagai
wujud proyek prioritas nasional. Terkait pembangunan
jembatan Selat Sunda, seluruh elemen masyarakat
tentunya pantas memberikan dukungan dan dorongan. Karena pembangunan
ini bukan hanya untuk kepentingan daerah Lampung dan Banten
saja, yang secara geografis berdekatan langsung dengan lokasi.
Namun
demikian yang lebih utama adalah untuk kepentingan Nasional,
khususnya dari segi ekonomi. Untuk segera terealisasi
pembangunan tersebut bila perlu pemerintah
memajukan lebih awal JSS, yakni menjadi 2012 dari
rencana awal tahun 2013.
Saat ini,
selain menargetkan untuk membangun JSS, pemerintah juga mulai mengambil ancang-ancang
untuk bekerja sama dengan Malaysia dalam pembangunan Jembatan Selat Malaka.
Terkait dengan rencana pembangunan dua buah jembatan tersebut pemerintah
diharapkan lebih memprioritaskan pembangunan JSS daripada
pembangunan Jembatan Selat Malaka, meski Malaysia telah
siap melakukan kerjasama dengan memberi pinjaman sebesar
21,75 miliar dolar AS. Karena mempercepat pembangunan JSS,
jelas mempunyai nilai strategis bagi perekonomin Indonesia.
PERENCANAAN PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA (JSS)
Jembatan Selat Sunda merupakan sebuah mega proyek yang
telah digaungkan sejak tahun 2004. Banyak pihak yang beranggapan proyek
tersebut hanyalah proyek mimpi karena biaya yang akan dikeluarkan sangat luar
biasa jika dibandingkan dengan kemampuan perekonomian bangsa kita saat ini.
Namun, pemerintah beranggapan bahwa dengan pembangunan JSS ini akan dapat
meningkatkan perekonomian Indonesia jangka panjang.
Jembatan
dengan panjang hampir 30 kilometer (km) ini ditargetkan selsai dengan masa
pembangunan 8-9 tahun, jembatan ini mengadopsi jembatan yang menjadi benchmark
Italia. Sedangkan jarak antar tiang diperkirakan selebar 2,2 km dengan enam
ruas, tiga ruas di kiri dan tiga ruas di kanan. Perencanaan
JSS ini harus benar-benar direncanakan dengan matang karena proyek ini sangat
berisiko kegagalan ataupun kerugian besar. Pemerintah perlu mempelajari akibat
gagal dan terbengkalainya beberapa proyek mercusuar di dunia yang menimbulkan
ketidakpastian karena kurangnya perencanaan. Proyek tersebut antara lain
Millenium Dome di London selalu terlambat. Sementara Eurotunnel penghubung
Dover-Calais biayanya membengkak dari 2.600 miliar poundsterling menjadi 4.650
miliar poundsterling. Jika hal tersebut terjadi di Indonesia, dari mana uang
tersebut didapat untuk menutupinya?.
Hal yang menjadi
pertanyaan sekarang, sudah sejauh manakah kesiapan pemerintah
memperhitungkan mega proyek ini? Inilah yang harus
dipikirkan secara matang dan cermat oleh pemerintah. Karena
bagaimanapun juga, dana untuk pembangunan mega
proyek sebesar JSS bukanlah sedikit.
Beberapa
studi awal telah dilakukan dan dapat dipakai sebagai acuan untuk studi lebih
lanjut. Studi-studi ini telah dilakukan baik oleh pihak Departemen Pekerjaan
Umum maupun oleh BPPT dan pihak PLN (sehubungan rencana pembangunan
interkoneksi jaringan listrik Sumatera dan Jawa). Studi engineering awal juga
telah dilakukan oleh pihak JICA-Expert (Japan International Cooperation Agency)
yang diperbantukan pada Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan
Umum (pada waktu itu).
Sasaran dari studi awal yang ingin
dicapai adalah kemungkinan pembangunan sarana penghubung antara pulau Jawa dan
Sumatera. Dan agar diperoleh sasaran studi yang memadai dan relevan, maka dalam
pelaksanaan studi ini harus mencakup studi perbandingan antara alternatif
konstruksi jembatan (single deck maupun double deck) dengan alternatif
konstruksi terowongan sebagai tindak lanjut pengembangan penyeberangan ferry
Selat Sunda dengan mempertimbangkan kemungkinan adanya jaringan kereta api,
jaringan jalan raya serta kombinasi antara kedua jaringan tersebut.
Studi awal mengenai kelayakan
penyeberangan Jawa-Sumatera yang komprehensif telah dilakukan oleh Prof.
Wiratman, W. pada tahun 1996. Disimpulkan bahwa dari tiga alternatif sarana
penyeberangan Selat Sunda: terowongan di bawah dasar laut, terowongan terapung
dan jembatan panjang, maka selama pembuatan jembatan memungkinkan alternatif
ini yang termurah dan memberikan berbagai keuntungan baik ditinjau dari aspek
keamanan konstruksi maupun tahapan operasionalisasi, dibandingkan alternatif
pemba-ngunan terowongan. Lebih lanjut, untuk pembangunan jembatan dengan bentang
ultra-panjang, saat ini sudah tersedia teknologi jembatan gantung generasi
ke-3. Dengan menggunakan teknologi ini
dan berdasarkan data harga jembatan Selat Messina (Italia), pembangunan
jembatan Selat Sunda dengan panjang total 27,4 km (15 mil laut) diperkirakan
memerlukan biaya sampai US$ 7.0 milyar (lihat peta).
Selanjutnya, menurut laporan
JICA-Expert, pemilihan mode transportasi pada jembatan Selat Sunda tergantung
pada pengembangan bagian selatan Pulau Sumatera dan bagian barat Pulau Jawa,
disamping dipengaruhi biaya konstruksi dan skema pembiayaan. Tanpa ditunjang
sistem jaringan jalan yang handal pada kedua ujung pulau
(jalan-raya/kereta-api), penyeberangan tidak akan memberi-kan volume
lalu-lintas yang cukup untuk mengembalikan biaya investasi. Lebih lanjut, dari
studi JICA-Expert, sistem jaringan jalan darat sangat diperlukan untuk dibenahi
terlebih dahulu sebelum melaksanakan pembangunan penyeberangan secara permanen.
HAMBATAN-HAMBATAN DALAM PEMBANGUNAN JEMBATAN SELAT SUNDA (JSS)
Pembangunan JSS ini adalah sebuah mega proyek
yang berpotensi menimbulkan banyak resiko yang mengancam. Banyak aspek yang
berpotensi menimbulkan hambatan dalam realisasi proyek ini diantaranya masalah yang berasal dari aspek sosial,
ekonomi, pendidikan bahkan politik.
a) Aspek
Sosial
Aspek sosial yang mungkin akan menjadi
hambatan adalah adanya isu putra daerah yang ingin juga mengambil bagian dalam
proyek ini. Ditakutkan pembangunannya akan menjadi terhambat karena mereka
merasa harus dapat bagian dalam proyek ini. Dan akhirnya mereka hanya akan
menjadi supir, ataupun seorang pedagang. Hal ini tentu sangat tidak diharapkan
karena pembangunan JSS ini tidak boleh main-main dan harus dikerjakan oleh
orang atau pihak yang benar-benar ahli.
b) Aspek
Ekonomi
Dalam laporan pra studi kelayakan diperkirakan
proyek JSS ini akan menelan biaya sekitar Rp 250 triliun. Angka ini merupakan
dana yang sangat besar jika dibandingkan dengan anggaran sebelumnya sebesar Rp
117 triliun. Menurut Guru Besar Riset Operasi dan Optimasi Institut Teknologi
Sepuluh Nopember, Daniel Rosyid bahwa menetapkan prioritas pembangunan dan
anggaran sangat diperlukan. Apalagi saat ini banyak infrastruktur lain yang
lebih penting belum terbangun, selain masih lebarnya ketimpangan pembangunan
antara Indonesia Timur dan Barat.
c) Aspek
Keamanan
Aspek selanjutnya adalah aspek keamanan dari
penggunaan JSS ini kelak. Hal yang menjadi hambatan dalam realisasi jembatan
ini adalah ketakutan akan meletusnya Gunung Anak Krakatau seperti pada tahun
1883. Namun saat itu Gunung Krakatau berada 2.000 meter di atas laut. Sedangkan
Gunung Anak krakatau hanya 200-300 meter, jadi bukan merupakan ancaman yang
terlalu besar. Namun untuk mengantisipasinya, akan dibutuhkan teknologi, untuk
merelease kekuatannya, sehingga ketika dia meletus kekuatannya sudah melemah.
Selain itu juga ada faktor tumbukan lempeng yang berpengaruh terhadap keamanan
jembatan nantinya.
Aspek keamanan yang juga tampak menjadi
kendala adalah dikhawatirkan nanti nya ada oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab
yang mencuri baut-baut atau besi-besi jembatan lainnya seperti kasus-kasus
pencurian baut dan sambungan rel kereta api akhir-akhir ini. Hal ini tentu
sangat berpengaruh terhadap keamanan pengguna jembatan nantinya. Selain itu
kendala kapal-kapal besar yang lewat masih menjadi perhatian.
d) Aspek
Politik
Dari segi politik juga akan timbul kendala,
karena ada kendala akan perjanjian internasional untuk meyakinkan bahwa
jembatan ini sudah memenuhi standar internasional. Untuk itu akan diadakan
feasibility study (FS) selama kurang lebih 2-3 tahun. Proyek JSS ini juga
terkendala payung hukum untuk merealisasikannya. Hingga saat ini kita masih menunggu payung hukum dari Menteri
Perekonomian Hatta Rajasa yaitu Kepres
no.36 tentang pembuatan Jembatan Selat Sunda.
Dari uraian
pembahasan tersebut, maka kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa
pembangunan Jembatan Selat Sunda ( JSS ) berpotensi untuk meningkatkan
kelancaran dalam menyeberangi Selat Sunda sehingga laju perekonomian khususnya
di Pulau Jawa dan Sumatera dapat meningkat pesat.
SARAN
1)
Pemerintah perlu merencanakan dengan matang mega proyek pembangunan
Jembatan Selat Sunda (JSS) ini karena anggaran dana negara yang dibutuhkan
sangat besar sehingga risiko hambatan dan
kegagalan dapat diminimalisir.
2)
Pemerintah perlu mengadakan studi banding ke negara maju yang telah
sukses dalam membangun jembatan penyeberangan antar selat seperti Jepang.
3)
Pemerintah perlu menetapkan
dengan cermat pihak-pihak mana saja yang harus terlibat dalam pengerjaan mega
proyek ini agar pengerjaan pembangunan ini benar-benar dikerjakan oleh pihak
yang benar-benar ahli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar