sumber gambar : primaironline.com |
Akhir-akhir ini headline media elektronik maupun cetak didominasi oleh pemberitaan mengenai benyaknya kasus hukum yang menyangkut para penegak hukum kita. Sebut saja mulai dari kasus Bibit-Candra dan Antasari Azhar hingga terakhir kasus yang masih panas-panasnya yaitu persengkokolan Gayus Tambunan Sang Mafia Pajak dengan berbagai unsur penegak hukum. Bukti kongkalingkong tersebut terlihat jelas dengan betapa alotnya penyelesaian kasus si pegawai III/a ini dan yang baru-baru ini diberitakan bebas berkeliaran di Bali beberapa waktu yang lalu sementara ia masih dalam status tahanan.
Keadilan hukum memang adalah suatu hal yang sangat mahal di negeri ini. Semua bisa dikendalikan dan diatur dengan uang atau kekuasaan. Dengan modal uang dan kekuasaan hukum bisa dibelokkan dengan berbagai macam pembenaran. Hal ini menyiratkan seolah-olah penegakan hukum hanya bagi orang-orang yang melakukan kriminalitas di tingkat teri sementara mereka yang memiliki uang dan jaringan bisa bebas begitu saja. Sehingga sudah bukan hal yang luar biasa lagi jika para perampok bank hukuman yang diterimanya jauh lebih berat dari para koruptor yang merugikan jutaan rakyat Indonesia.
Secara luas para penegak hukum adalah orang-orang yang berhubungan dalam hal penegakan hukum mulai dari Hakim, jaksa, pengacara, polisi, saksi, hingga sampai kepada sipir di penjara. Di tangan mereka lah proses penegakan hukum bertumpu. Suatu hukum yang dibuat secara baik dan memihak kepada rakyat akan menjadi tidak berarti apa-apa apabila tidak didukung oleh mentalitas para penegak hukum tersebut. Sehingga muncul suatu sindiran bersifat sarkasme dalam dunia hukum “berikan aku hakim yang baik, jaksa yang baik, polisi yang baik dengan undang-undang yang kurang baik sekalipun, hasil yang akan aku capai pasti akan lebih baik dari hukum yang terbaik yang pernah ada di negeri ini”.
Kita tentu sudah tidak asing lagi dengan istilah Mafia Hukum. Mafia Hukum mempunyai ranah yang luas. Berbagai penyimpangan dalam penegakan hukum, baik itu dilakukan oleh pembuat undang-undang maupun oleh pelaksana penegak hukum, dalam digolongkan sebagai Mafia Hukum. Reformasi hukum berjalan tidak hanya sekedar pembaharuan perundang-undangan, tetapi juga tetapi reformasi hukum harus didukung oleh para penegak hukum di dalamnya. Tentunya para penegak hukum yang bermental baik dan bersih bukan penegak hukum yang bermentalkan mafia. Selama ini kita hanya terfokus kepada bagaimana merancang suatu undang-undang atau peraturan yang terlihat begitu kuat dan mengikat semua pihak. Kita menjadi terlena dan seolah lupa akan reformasi yang sebanarnya yaitu reformasi mental para penegak hukum.
Ibarat sebuah keluarga, Mafia Hukum mempunyai derivasi (turunan) yang kita kenal dengan istilah Mafia Peradilan. Secara khusus istilah Mafia Peradilan ini lebih mengarah kepada praktek-praktek dalam penegakan hukum oleh lembaga-lembaga penegakan hukum. Para Mafioso Peradilan inilah yang menjadikan hukum sebagai suatu komoditas yang dapat diperjualbelikan. Dari Mafia Hukum dan Peradilan inilah kemudian muncul suatu istilah yang lebih kusus lagi yaitu Makelar Kasus (Markus).
Pemerintah memang tidak tinggal diam, upaya pemberantasan para Mafioso Hukum telah dibuktikan dengan mendirikan suatu lembaga superbody untuk menangani para Mafioso dan koruptor yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi dan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum akan tetapi gerakan pemberantasan korupsi masih mengalami berbagai kendala karena maraknya dan kentalnya mafia hukum/peradilan sehingga lembaga superbody itu pun tak berdaya.
Jadi masalah hukum kita sebenarnya bukanlah semata-mata terletak pada sistim atau aturan yang kurang mengikat tapi terlebih terletak kepada proses penegakan hukum tersebut. Bagaimana para penegak hukum kita tidak pandang bulu dalam menghadapi setiap pelanggaran hukum. Sehingga yang kita nantikan adalah sosok penegak hukum yang lebih mengutamakan kehormatan diri dan keluarganya di hadapan rakyat Indonesia terlebih kehormatan diri di hadapan Tuhan.
N.P. Teguh Ilham
Fak. Politik Pemerintahan
Institut Pemerintahan Dalam Negeri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar