sumber gambar : google.com |
Kemacetan
di Jakarta memang tidak habis-habisnya diperbincangkan. Semua pihak
memperbincangkannya mulai dari obrolan santai di warung kopi hingga rapat yang
(kelihatan) serius kantor-kantor pemerintah ataupun di forum legislatif. Tak
terkecuali perdebatan panjang yang terjadi ruangan tempat para calon birokrat
negeri ini bersama Sang dosen saling tukar pikiran untuk memecahkan masalah
negeri. ( cukup demikian pembukanya, sekarang kita mulai serius).
Jakarta
memang sangat menyedihkan sekali. Setiap tahun terus dipadati oleh pencari
kerja yang datang dari seluruh pelosok negeri. Tak hanya yang mempunyai bekal
ilmu dan keterampilan saja yang berminat datang ke sana. Akan tetapi juga orang
yang hanya punya bekal nekat pun turut bersukarela memeriahkan Kota Jakasrta
yang menurut saya sudah kelebihan meriah. Mereka tidak sepenuhnya bisa
disalahkan karena memang semua “gula” terkumpul di sana. Implikasinya Jakarta
pun jadi sesak dan bukannya menjadi surge malah menjadi neraka bagi
penghuninya. Kemacetan memang menjadi masalah Jakarta dari dulu dan hingga
sekarang pun belum ditemukannya solusi yang pas. Berikut ini ada beberapa
alternatif solusi yang mungkin dapat menjadi pertimbangan bagi para pemangku
kepentingan di Jakarta.
Untuk
mengatasi permasalahan kemacetan ini diperlukan dua jenis kebijakan yang perlu
ditempuh oleh pemerintah daerah DKI Jakarta, antara lain:
1.
Kebijakan Fiskal
Kebijakan
Fiskal atau yang sering juga disebut sebagai kebijakan stabilitas dan
pembangunan adalah penyesuaian dalam pendapatan dan pengeluaran-pengeluaran
pemerintah untuk mencapai stabilitas ekonomi yang lebih baik dan laju
pembangunan ekonomi yang dikehendaki (John F. Doe :1968).
Dalam
hal kemacetan, diperlukan anggaran yang lebih untuk mengatasinya. Pemerintah
Daerah DKI Jakarta perlu menetapkan
pengaturan khusus dalam penyusunan APBD. Plafon Anggaran untuk SKPD terkait
harus ditingkatkan lagi dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum dan Perhubungan.
Anggaran yang lebih besar bagi pengembangan infrastruktur yang diperlukan dapat
diperoleh dari PAD yang berasal dari kebijakan kenaikan pajak kendaraan
bermotor ataupun retribusi parkir. Kenaikan pajak dan retribusi tersebut juga
merupakan usaha mengurangi minat masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi.
2.
Kebijakan Sektoral
Kebijakan
Sektoral merupakan kebijakan di tiap sektor/instansi terkait. Kebijakan ini
merupakan kebijakan yang diambil untuk menindaklanjuti kebijakan strategis dari
pemerintah yaitu mengurangi kemacetan. Masalah kemacetan merupakan masalah
kompleks yang tanggung jawabnya berada pada satu atau dua instansi saja. Tapi
penyelesaian kemacetan lalu lintas dipengaruhi oleh semua instansi yang ada
termasuk perusahaan swasta.oleh karena itu kita jangan melihat bahwa hanya
Dinas PU dan Perhubungan saja yang bertanggung jawab untuk mengatasi masalah
kemacetan di DKI Jakarta.
Berikut
ini kebijakan yang perlu diterapkan oleh masing-masing sektor:
a)
Kebijakan yang khusus diambil oleh Dinas PU dan
Perhubungan adalah :
-
Penambahan luas jalan.
Luas jalan perlu ditambah lagi hingga mencapai jumlah yang
ideal yaitu 10-14 persen. Saat ini luas jalan di Jakarta baru mencapai 6,2
persen. Begitu juga dengan peningkatan kualitas jalan. Kondisi jalan yang
berlubang juga faktor penentu kemaceten lau-lintas. Untuk itu pemerintah daerah
perlu menganggarkan anggarannya untuk peningkatan kualitas dan kuantitas jalan
ini.
-
Pembatasan jumlah beroperasinya kendaraan
pribadi
Jumlah kendaraan pribadi yang lebih banyak dibanding
kendaraan umum memperparah keruwetan transportasi di Jakarta. Perbandingan
jumlah kendaraan pribadi dan kendaraan umum adalah 98% kendaraan pribadi dan 2%
kendaraan umum.
Banyak cara yang bisa ditempuh, seperti :
1)
Kendaraan berpelat merah dilarang berkeliaran di
luar jam dinas.
2)
Kendaraan yang tahun produksinya di bawah tahun
2000 dilarang beroperasi di jalur-jalur tertentu yang rawan kemacetan.
Sedangkan yang di atas tahun 2000 pajaknya di naikkan hingga 100 persen. Hal
ini membuat warga Jakarta berfikir tujuh kali untuk memiliki kendaraan pribadi
apalagi lebih dari satu.
3)
Menaikkan tarif parkir kendaraan hingga 200
persen. Hal ini sedikit banyaknya mem buat pengendara mobil pribadi juga
berfikir dua sampai tujuh kali untuk menggunakan kendaraanya. Apalagi jika
jarak antara rumah dengan tujuannya dekat, mereka pasti lebih memilih kendaraan
umum saja ataupun dengan berjalan kaki.
4)
Para pengguna kendaraan roda empat perlu
diperketat lagi aturannya. Pemda perlu mengeluarkan regulasi kendaraan roda
empat yang penumpangnya kurang dari tiga diberi sanksi khusus kalau perlu
ditilang.
b)
Kebijakan yang diambil oleh Dinas Industri dan
Perdagangan
Jangan
ada lagi pengembangan/ penambahan aktifitas bisnis dan industri di ibukota.
Pemerintah Daerah perlu memberikan masukan kepada pemerintah pusat untuk
mengarahkan setiap aktifitas bisnis dan industri yang akan dikembangkan
tersebut ke daerah lain yang jarang penduduknya tapi memiliki potensi seperti
ke kota di Kalimantan atau Sulawesi. Diharapkan dengan pengalihan ini
masyarakat yang berniat ke Jakarta untuk mencari kerja dapat dialihkan.
Kita
juga perlu belajar kepada Negara-negara maju yang membagi-bagi “gula
pembangunannya “ke beberapa kota besar mereka sehingga kepadatan penduduk nya
menyebar rata. Amerika Serikat meski
terjadi kemacetan namun berhasil mendistribusikan penduduknya sehingga tidak
menumpuk di ibukota. Washington DC yang merupakan ibukota hanya menempati
urutan ke 27 kota terpadat dengan jumlah penduduk sekitar 550 ribu jiwa.
Sementara New York yang merupakan pusat bisnis di urutan pertama dengan 8,1
juta jiwa dan Los Angeles yang merupakan pusat hiburan di urutan ke 2 dengan
jumlah penduduk 3,8 juta jiwa. Pengalihan secara bertahap ini menurut saya
tidak se ekstrim pemindahan ibukota secara langsung.
c)
Kebijakan yang diambil oleh Dinas Pendidikan
Siswa
sekolah menyumbang kemacetan hingga 14 persen di Jakarta. Untuk itu perlu
pengaturan khusus bagi kasus ini. Dinas pendidikan perlu membuat kebijakan
untuk wajib rayonisasi bagi setiap sekolah. Hal ini untuk menghindari
menyebarnya tempat tinggal para siswa yang secara langsung dapat membuat
kemacetan. Dinas Pendidikan juga harus mengeluarkan regulasi pelarangan bagi
siswa untuk membawa kendaraan pribadi. Konsekuensinya pihak Dinas Pendidikan
juga harus mengganggarkan anggaran untuk penyediaan bis sekolah.
d)
Kebijakan yang diambil oleh Dinas Pariwisata
Dinas
Pariwisata meningkatkan tarif parkir kendaraan pribadi di pusat-pusat hiburan
dan pariwisata.
e)
Kebijakan yang diambil oleh semua dinas/instansi
Seluruh
karyawan, baik swasta apalagi karyawan pemerintah wajib pulang dan pergi kerja
dengan menggunakan bus karyawan yang disediakan oleh instansi yang
bersangkutan. Pemerintah perlu mengawasi pelaksanaan kewajiban bagi semua
instansi tersebut agar perlaksanaan penyediaan bus karyawan benar-benar
terealisasi. Kalau perlu kewajiban tersebut dituangkan ke dalam sebuah Perda.
Untuk menyearahkan mereka maka perlu dibuat
perumahan khusus karyawan yang dibuat berdasarkan tempat mereka bekerja. Contoh
: pegawai Kementerian Dalam Negeri perumahannya di satukan sehingga bus pegawai
Kementrian tersebut dapat dengan mudah menjemput mereka.
Setiap
karyawan wajib untuk menggunakan bis yang telah dipersiapkan tersebut dengan
cara absen pegawai dilaksanakan di dalam bis.
Jika
target pengurangan kendaraan pribadi sudah terealisasi maka pemerintah daerah DKI
Jakarta harus mengimbanginya dengan penyediaan public transportation yang cukup. Jumlah armada bis dan keretaapi
harus ditambah lagi baik dari segi kuantitas dan kualitas untuk menarik minat
penumpang. *teguh ilham, 24 Oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar