Jika anda baca judul di
atas, maka anda akan segera berkesimpulan bahwa saya ini adalah orang yang
skeptis terhadap kondisi masalah negara ini. Skeptis terhadap masalah negara yang sedang
carut-marut disegala aspek. Penurunan tingkat kepercayaan rakyat terhadap
pemerintah yang sedang berjalan telah menunjukkan betapa skeptisnya rakyat
Indonesia terhadap penyelesaian permasalahan bangsa. Hasil survey terakhir yang
dilakukan oleh LSI pada September ini menyebutkan tingkat kepercayaan
masyarakat terhadap SBY merosot ke angka 37 persen. Peliknya pengusutan kasus
korupsi, lamban nya tingkat pembangunan infrastruktur publik, dan kurangnya
keinginan pemerintah dalam memajukan pendidikan telah cukup untuk membuat
rakyat semakin apatis dengan pemerintah. Betapa tidak, dari dulu hingga kini
setiap headline di media massa
sebagian besar diwarnai dengan berbagai kasus dan skandal yang melibatkan para
pejabat negara. Setiap kasus silih berganti. Belum selesai satu kasus, muncul
lagi kasus baru sehingga membuat penyelesaiannya menjadi tidak jelas. Maka wajar
saya katakan apabila dalam berbagai hasil survey, Indonesia selalu saja
menempati posisi terendah dalam hal kemajuan, dan posisi puncak dalam hal
kemunduran.
Saya akhirnya sadar bahwa
potensi alam yang sangat kaya tidak menjamin kesejahteraan dan kemakmuran bagi
rakyatnya. Banyak negara yang miskin SDA tapi jauh lebih kaya dibandingkan
dengan negara yang kaya SDA. Kenapa Jepang yang tergolong negara miskin SDA
kekayaannya jauh melebihi Indonesia sedangkan kita yang harusnya jauh lebih
kaya dari Jepang masih tergolong negara berkembang yang baru mulai merangkak
untuk maju. Kenapa banyak dari rakyat kita begitu bernafsunya untuk bekerja di
negara gersang di Timur Tengah sana. Bukan kah tanah kita merupakan surga nya
dunia. Kenapa kita biarkan orang lain yang mengelola dan mengatur negara ini
sedangkan kita berlomba-lomba hanya untuk menjadi babu di negeri orang. Di mana
letak rasa nasionalisme kita?
Sebelumnya , mari kita
dudukan terlebih dahulu pengertian nasionalisme. Secara teoritis pengertian
nasionalisme menurut Wikipedia adalah adalah satu paham yang menciptakan dan
mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas
bersama untuk sekelompok manusia. Kedaulatan yang dimaksudkan tidak hanya kedaulatan
dalam bentuk batas negara dan pengakuan dari negara lain atas keberadaan negara
ini saja. Tapi lebih luas lagi, kedaulatan juga bisa dalam bentuk kedaulatan
ekonomi, kedaulatan politik, kedaulatan pangan, dan kedaulatan-kedaulatan
lainnya. Jiwa nasionalisme tidak akan datang begitu saja tanpa ada rasa cinta
terlebih dahulu terhadap negeri ini. Cinta terhadap negeri ini pun tak akan
dengan senang hati datang jika tidak ada hal yang membuat rakyatnya dapat
mencintai negeri tumpah darahnya.
Apakah berbagai fakta
permasalahan di atas ada korelasinya dengan tingkat semangat nasionalisme
rakyat Indonesia? Saya tidak tahu pasti karena saya belum pernah melakukan
suatu penelitian secara kuantitatif untuk menjawab pertanyaan tersebut. Secara
umum sebenarnya saya sangat optimis dengan nasionalisme rakyat Indonesia. Saya
masih sangat terharu sewaktu melihat ribuan supporter berteriak kegirangan di
Gelora Bung Karno ketika Tim Nasional Indonesia berhasil mengalahkan Tim
Nasional negara lain dan sebaliknya mereka menitikkan air mata ketika kita
kalah. Saya masih bangga ketika banyak pemuda kita yang mendaftar menjadi
relawan untuk mengganyang Malaysia ketika pulau-pulau kita dicaplok. Dan saya
masih sangat tersentuh ketika melihat para veteran menitikkan air mata ketika
menyaksikan Sang Merah Putih naik perlahan di tiang bendera yang diiringi
dengan Lagu Indonesia Raya. Banyak lagi hal-hal yang membuat kita masih percaya
bahwa semangat nasionalisme masih kuat tertanam di dalam diri rakyat Indonesia
meski masalah bangsa ini kian pelik.
Rasa nasionalisme Timnas
seperti yang saya sebutkan di atas adalah bentuk contoh nasionalisme yang
paling sederhana. Para supporter Timnas merasa pertandingan yang sedang ia
saksikan adalah suatu pertandingan yang mempertaruhkan nama baik bangsanya. Harga
diri bangsa seolah tergantung kepada hasil dari pertandingan tersebut. Banyaknya
para pemuda yang ingin menjadi relawan untuk berperang melawan Malaysia
merupakan suatu bukti kongkrit yang menunjukkan bahwa mereka masih berprinsip
wilayah NKRI adalah harga mati walaupun pada kenyataan nya pulau yang mereka
akan pertahankan tersebut tidak memberikan manfaat apa-apa bagi kesejahteraan
mereka. Seorang veteran perang juga masih terharu ketika hingga sampai
penghujung hayatnya ini ia masih melihat Sang Merah Putih yang ia perjuangkan
dulu masih berkibar dengan gagahnya.
Apakah nasionalisme yang
saya sebutkan seperti di atas sudah cukup?. Belum. Nasionalisme tersebut
hanyalah segelintir nasionalisme simbolik belaka jika kita harus dihadapkan
dengan permasalahan bangsa yang sangat multidimensional ini. Permasalahan
bangsa tidak hanya cukup bisa diselesaikan dengan teriakan ketika timnas
berhasil merobek gawang lawan, tidak hanya cukup dengan mengirimkan relawan
untuk menggempur negara sebelah, ataupun hanya dengan menitikkan air mata
ketika petugas pengibar bendera berhasil menggerek Sang Merah Putih sampai ke
ujung tiang bendera. Kita butuh nasionalisme yang lebih besar lagi.
Nasionalisme yang benar-benar dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa ini
menjadi bangsa yang dipandang oleh negara lain. Nasionalisme yang benar-benar
membuat kita berdaulat atas tanah dan segenap kekayaan alam yang terkandung di
dalam nya.
Kita juga harus sadar
bahwa tak selamanya nasionalisme itu bisa tumbuh secara otomatis di dalam diri
setiap rakyat Indonesia. Ia bisa malah menghilang ketika nasionalisme yang
mereka pegang selama ini tidak ada artinya bagi mereka. Banyak contoh yang
dapat kita jadikan sebagai bahan untuk menjadi perhatian. Banyak kita lihat
penduduk yang tinggal di perbatasan lebih memilih untuk bekerja di negara
tetangga karena digaji tinggi dan menjual hasil alam mereka di sana karena
dibeli dengan harga mahal. Jadi jangan heran jika nanti ketika tiba saatnya
mereka tidak hanya memilih bekerja di negara tetangga tapi juga ingin menjadi
warga negara di sana.
Bagaimana mungkin seorang
anak negeri ini dapat memiliki semangat nasionalisme tinggi jika perutnya saja
belum terisi. Bagaimana ia bisa berpikiran jauh ke depan terhadap permasalahan
negeri ini jika pendidikannya hanya sebatas tulis baca. Sehingga pada akhirnya kita
dapat mengatakan bagaimana mungkin ia tidak merasa rendah diri dihadapan orang-orang asing ketika
ia hanya diperlakukan sebagai budak di negara lain, di negeri sendiri pun
ternyata juga begitu.
Siapa yang paling
bertanggung jawab? Siapa lagi kalau bukan orang-orang yang telah dipilih untuk
menjadi penguasa di negeri ini. mereka lah yang bertugas meningkatkan semangat
nasionalisme rakyat. Menjadikan rakyat negeri ini merasa berdaulat atas tanah
nenek moyang nya dan berani membusungkan dada di kancah internasional.
Sebenarnya kita memiliki
banyak potensi untuk menjadi negara maju. Kita mempunyai rakyat yang bisa
dibuat untuk menjadi orang-orang yang fanatik kepada negara ini. Coba kita
perhatikan bagaimana fanatiknya bobotoh terhadap Persib, Aremania terhadap
Arema, dan fanatisme berbagai supporter bola lainnya di Indonesia ini. Mereka
fanatik karena marasa memiliki tim tersebut. Mereka merasa menjadi bagian yang
memiliki andil bagi kemenangan tim kesayangannya. Lebih jauh lagi mereka rela
mati konyol bagi tim nya tersebut.
Jika pemerintah menyadari
akan potensi tersebut maka akan banyak sekali rakyat kita yang cinta akan tanah
air nya sehingga menimbulkan jiwa nasionalisme yang tinggi. Jika kita kembali analogikan
sebuah tim sepak bola ini sebagai sebuah negara, pelatih dan asisten pelatihnya
sebagai presiden dan wakil presiden nya. Para pemain sebagai para menteri, dan
para supporter nya sebagai rakyat Indonesia. Ketika para pemain berhasil merobek
gawang lawan ( para menteri berhasil menjalankan program/targetnya) maka supporter
akan mengapresiasikan nya dengan berteriak kegirangan sehingga menambah
semangat para pemain (rakyat akan manjadi senang dan bangga dengan menteri yang
bersangkutan sehingga menambah semangat menteri yang bersangkutan). Sebaliknya ketika
tim tersebut kalah (para menteri tidak berhasil menjalankan programnya) maka
supporter akan kecewa dan membuat kerusuhan di stadion dan jalanan (rakyat akan
berdemonstrasi). Ketika ada pemainnya “berkhianat” pindah ke tim lawan, seperti
Eka Rhamdani yang pindah dari Persib ke Persisam baru-baru ini, maka para
supporter yang tidak terima malakukan aksi protes dengan membakar posternya di
jalanan (ketika ada menteri yang “berkhianat” dengan menyelewengkan uang
rakyat, seperti mantan menteri sosial yang tersangkut masalah korupsi impor
sapi, maka rakyat berdemonstrasi agar beliau segera dicopot). Dari analogi
tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa jika saja pemerintah mampu untuk
menjadikan rakyatnya fanatik terhadap bangsanya maka segala program dan target
yang hendak dicapai tentu akan terwujud.
Sebenarnya untuk membuat
rakyat fanatik dengan negara dan pemerintahnya sebagaimana para supporter bisa
fanatik dengan tim kesayangannya sama saja. Jika dengan kemenangan demi
kemenangan yang disumbangkan oleh para pemain akan membuat supporter merasa
tambah fanatik dengan tim nya, pemerintah pun harus berbuat demikian agar
rakyat yang dipimpinnya juga merasa fanatik. Pemerintah harus banyak membuat
prestasi yang membanggakan, bukan malah
sebaliknya dengan mengukir kesalahan demi kesalahan.
Jadi jangan harap
nasionalisme akan tumbuh di dalam jiwa rakyat Indonesia tanpa adanya hal yang
membuat nasionalisme tersebut tumbuh. Siapa yang harus memulainya? Siapa yang
menjadi motor penggeraknya?. Jawabannya tentu pemerintah. Ilhamsimabua@lembahmanglayang
berat . . tapi menarik . .
BalasHapus:)
ia,, cuma lg belajar kelas berat nie dek.. :)
BalasHapus"Kenapa kita biarkan orang lain yang mengelola dan mengatur negara ini sedangkan kita berlomba-lomba hanya untuk menjadi babu di negeri orang. Di mana letak rasa nasionalisme kita?"
BalasHapusjawabannya adalah . . .
indonesia masih kurang percaya diri,kurang menghargai anak bangsa . .
eh,sebentar . ini indonesianya atau pemerintahnya yah ? ^^a
:), indonesia ga salah. pemerintahlah yang salah (kita calon nya). mrk yg seharusnya mengelola dan mengatur negeri ini, menyediakan lapangan (sebenarnya sudah tersedia, banyak malah)bagi rakyatnya.
BalasHapusakibat buruknya pengelolaan negara ini, semua orang berlomba pergi ke luar negeri,
yang bodoh jadi babu, yang pintar bekerja di perusahaan asing..
lalu, di indonesia tinggal siapa?
yang tinggal adalah orang yang belum beruntung untuk dapat ke luar negeri.
waah maaf,izin menyampaikan bahwa saya tidak sependapat dengan saudara kali ini.
BalasHapusyang tertinggal di Indonesia tidak hanya orang yang ingin menguras sari2 kehidupan aja,
tetapi jg anak bangsa yang dengan tulus ingin membangun negeri ini.
dan Indonesia beruntung masih memiliki mereka.
:)
positiv thinking.ok?
positive thinking? mmg hrs,,
BalasHapustp kita juga hrs kritis thdp prmslhn yg mnjerat negeri ini.
mmg ada juga yg msh mmliki integritas dlm mmbngun indonesia tapi kalah banyak dgn yg bermental korup.
solusinya, mari berusaha mmperbaiki diri kita dulu.. okeeyy...
okee...
BalasHapusmulai dari hal yg kecil..mulai dari diri sendiri..dan mulai dari sekarang,,,^^