Ajang Kompetisi Web Kompas Muda & AQUA |
Tema : It’s About Us : Air untuk Masa Depan
krisis air di Indonesia, sumber : republika.co.id |
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
”. itulah bunyi kalimat dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat 2. Kalimat tersebut mengamanatkan dengan jelas
bahwa negara wajib menjamin dan menyelenggarakan penyediaan air secara cukup
dan dapat dijangkau oleh setiap warga negara. Pada tingkat internasional, hak
atas air yang setara juga diteguhkan dalam Ecosoc Declaration (Deklarasi
Ekonomi, Sosial, dan Budaya) PBB pada bulan November 2002. Tapi kenyataannya,
akses masyarakat untuk mendapatkan air yang murah dan terjangkau saat ini sangat
sulit.
Air merupakan komponen
terbesar yang menyelimuti permukaan bumi kerena 70,8 persen dari permukaan bumi
tertutup oleh air. Itu artinya air merupakan “aktor utama” yang memainkan peran
penting bagi roda kehidupan seluruh makhluk hidup di bumi ini. Secara kuantitas,
ketersediaan air dengan jumlah yang sangat besar tersebut mampu untuk memenuhi
seluruh kebutuhan akan air di bumi ini. Tapi banyak kenyataan ironis yang
terjadi di berbagai belahan bumi ini. Betapa banyak manusia di belahan bumi sana yang tidak menikmati
air yang melimpah tersebut. Sebaliknya di belahan bumi lain tak sedikit juga
manusia menderita akibat datangnya air yang tak terbendung. Begitulah air
dengan segala permasalahannya.
Tak hanya di Afrika yang
terkenal dengan krisis airnya. Indonesia
saja yang notabene merupakan negara maritim tak terlepas dari kemelut air. Dalam
acara Forum Air Dunia II (World Water Forum) di Den Haag (Maret, 2000)
disebutkan bahwa Indonesia
termasuk salah satu negara yang akan mengalami krisis air pada 2025. Air tidak
lagi menjadi sumber daya yang murah dan mudah didapatkan. Masyarakat terutama
di kota tidak
bisa lagi dengan senang hati menimba air tanah melalui sumur-sumur mereka
karena air tanah sudah dangkal karena kurangnya daerah resapan air dan sebagian
besar sudah tercemar limbah industri. Pemantauan terhadap 48 sumur dilakukan di
Jakarta pada
tahun 2004. Hasil pemantauan menunjukkan hampir sebagian besar
sumur yang dipantau telah mengandung bakteri coliform dan fecal
coli. Persentase sumur yang telah melebihi baku mutu untuk
parameter Coliform di seluruh Jakarta cukup tinggi, yaitu mencapai 63%
pada bulan Juni dan 67% pada bulan Oktober. Krisis
air juga disebabkan oleh kelemahan dalam pengelolaan air, seperti pemakaian air
yang tidak efisien.
Tidak hanya air tanah
yang tercemar dilaporkan juga sebanyak 64 dari total 470 Daerah Aliran Sungai
(DAS) yang ada di Indonesia
saat ini dalam kondisi yang kritis. Dari 64 DAS kritis tersebut, berada di
Sumatera 12 DAS, Jawa 26 DAS, Kalimantan 10 DAS, Sulawesi 10 DAS, Bali , NTB dan NTT 4 DAS, Maluku serta Papua 2 DAS (sumber: www.walhi.or.id )
negeri yang kaya tapi miskin, sumber | : koran-jakarta.com |
Persoalan krisis air bersih
ini tidak dapat dipandang sebelah mata oleh pemerintah sebagai penjamin
ketersediaan air yang layak bagi masyarakat. Kurangnya pasokan air dapat
mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan perekonomian bangsa. Pihak yang akan
paling merasakan dampaknya secara langsung adalah petani dan pembudidaya ikan yang
merupakan pelaku sektor perekonomian terbesar. Swasembada pangan yang merupakan
salah satu prestasi kita di bidang pertanian di masa lalu tak terlepas dari
peranan ketersediaan air yang bersih dan cukup. Di samping mengganggu kegiatan
ekonomi rakyat secara langsung, krisis air bersih juga akan menimbulkan efek
lain yang tak kalah berbahaya nya yaitu mewabahnya berbagai macam penyakit. Wabah
penyakit akan sangat mudah menular dengan keadaan ini. Jika penularan wabah
penyakit ini sudah sampai kepada tahap yang mengkhawatirkan maka kerugian yang
ditimbulkan juga akan sistemik. Kerugian negara akan jauh lebih besar lagi
kerena pemerintah harus mengeluarkan subsidi yang tidak sedikit untuk mengobati
masyarakat yang terjangkit wabah tersebut. Selain itu produktifitas masyarakat
secara keseluruhan juga akan terganggu.
Pemerintah seharusnya
bisa untuk mencontoh negara-negara yang telah sukses dalam mengatasi krisis air
seperti Jepang atau negara-negara di Timur Tengah yang dengan mengagumkan dapat
menyulap gurun pasir tandus menjadi lahan pertanian yang subur. Sebenarnya, pekerjaan
rumah pemerintah tidaklah seberat mereka yang mengubah gurun pasir menjadi
lahan pertanian yang subur. Tuhan telah memberikan kita modal negeri yang subur.
Tugas yang diberikan kepada kita hanya untuk menjaga dan mengelola keteraturan
siklus air sehingga mampu untuk memenuhi kebutuhan manusia dan seluruh mahkluk
hidup di negeri ini.
Sebenarnya kalau
pemerintah berkemauan ke arah tersebut, usaha untuk mewujudkan ketersediaan air
yang layak dan cukup bagi rakyat tidak lah membutuhkan teknologi yang canggih.
Pemerintah cukup membenahi perencanaan tata ruang kota
dengan menyediakan kawasan hijau yang memenuhi syarat minimal yaitu seluas 30
persen dari luas total kota .
Selain itu, penegakan hukum di negara ini juga perlu dibenahi. Pemerintah harus
serius dan bersungguh-sungguh dalam memberantas para pelaku illegal logging, mencegah pendirian
pabrik di daerah yang berpotensi sebagai kawasan pertanian atau perkebunan, dan terus berupaya menghijaukan kembali hutan
yang telah rusak.
Satu hal yang harus
benar-benar kita tanamkan ke dalam setiap hati sanubari kita semua bahwa
sesungguhnya alam ini merupakan titipan dari anak cucu kita. Akankah kita
mewariskan alam yang telah rusak ini kepada mereka?. Haruskah mereka menderita
akibat ulah kita hari ini?. ( ditulis untuk mengikuti Kompetisi
Web Kompas Muda & AQUA )
Bagi para blogger yang juga berminat untuk mengikuti Kompetisi Web Kompas Muda & AQUA ini dapat melihat infonya di mudaers.com
Bagi para blogger yang juga berminat untuk mengikuti Kompetisi Web Kompas Muda & AQUA ini dapat melihat infonya di mudaers.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar