Entah sudah berapa kali kalimat
itu menggantung di pikiran saya. Sebuah kalimat yang mungkin dari segi struktur
bahasa boleh dibilang sangat sederhana dan mudah dimengerti maksudnya.
Sederhana struktur bahasanya tapi sangat sulit untuk dijawab secara jujur, itu
kalau menurut saya, entah kalau orang lain. Ketika saya SMA ( saat pertama kali
saya mengenal IPDN) alasan sederhana saya ingin mendaftar di sana adalah karena
kuliahnya gratis. Alasan lain adalah karena ingin merantau jauh ke negeri orang
(maklum saya orang minang yang suka merantau), itu pikiran anak SMA. Ketika
sudah lulus SMA dan mendaftar sebagai calon praja IPDN, alasan tersebut
kemudian mengalami sedikit pergeseran. Saya ingin menjadi PNS. Ya, alasan yang
mengkin umum untuk semua orang karena menganggap bahwa PNS adalah pekerjaan
yang mungkin dianggap aman dan tanpa “resiko”.
Saya tidak ingin munafik karena
sampai tulisan ini saya ketik alasan tersebut masih melayang-layang di benak
saya. Antara keinginan yang kuat untuk mendapatkan pekerjaan yang “aman” dengan
tujuan luhur untuk benar-banar mengabdi kepada rakyat. Mengabdi?, banyak orang
yang menganggap ini terlalu sok-sokan. Hanya omong kosong jika tujuan menjadi
PNS hanya untuk mengabdi, begitu anggapan mereka, mungkin juga saya.
Tapi itu semua
yang berbicara adalah akal saya, hati saya tetap berkata lain. Ia mengatakan
dengan jelas
bukankah fasilitas yang kita terima semua berasal dari negara yang dipungut
dari pajak masyarakat. Jadi, apakah tidak wajar jika mereka meminta pengabdian
kita?. Pasti kita semua mengatakan wajar
lalu kita timpali dengan kalimat penyanggah “tapi kenyataan di lapangan sangat sulit
dilakukan”.
Lalu akal ini berpikir lagi, memang sulit ternyata.
Buktinya banyak di antara orang-orang yang konon dahulu merupakan
mahasiswa-mahasiswa yang idealis, tapi ketika telah masuk ke dunia birokrasi,
apalagi politik ternyata tidak sanggup untuk mempertahankan keidealisannya.
Tapi hati ini berbisik lagi, “banyak kan tidak berarti semua”. Kenapa saya
tidak mencoba untuk menjadi orang yang sedikit itu?. Otakku bungkam.
Beberapa hari yang lalu, dosen saya mengajarkan tentang
kenaikan pangkat PNS. Saat itu kami pun diajari tentang trik-trik untuk dapat
naik pangkat secepat-cepatnya. Karena ini masalah karir ke depan, saya pun
mendengarkan dengan sangat antusias sekali. Setelah mengetahui caranya, pikiran
saya pun melayang untuk membayangkan betapa enaknya jika dalam usia muda sudah
memiliki pangkat dan jabatan yang tinggi. Hati saya kemudian tak terima, apakah
tujuan PNS adalah untuk mendapatkan pangkat dan jabatan yang tinggi?. Sebuah
jawaban polos lalu terlontarkan, bukan, pangkat dan jabatan hanyalah jalan,
sedangkan tujuannya adalah bermanfaat bagi masyarakat.
Di sini saya diajarkan banyak hal yang mungkin orang lain
menganggapnya aneh termasuk saya ketika awal dulu. Berjalan harus menunggu yang
lain untuk berbaris, ada berbagai jalan yang dilarang untuk dilewati praja
(padahal jalan yang dilarang tersebut bisa menyingkat waktu untuk sampai ke
tujuan), ketika berpapasan dengan senior atau pegawai lainnya harus hormat, dan
masih banyak lagi yang membuat saya bingung (ketika itu). Belakangan akhirnya
saya tahu banyak makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Berjalan dengan
berbaris bersama-sama dengan teman ternyata dimaksudkan untuk melatih
kebersamaan (kebersamaan dalam hal baik tentunya), banyak jalan yang dilarang
untuk dilewati ternyata mengandung pesan agar dalam mencapai tujuan janganlah
memakai “jalan pintas”, dan ketika berpapasan dengan senior atau pegawai lain
harus hormat, ternyata dimaksudkan agar mempunyai sikap respek dan loyal
terhadap pimpinan. Wah, masih banyak lagi sebenarnya yang ingin saya ceritakan.
Dari dulu saya masih belum menyangka bahwa saya bisa
dipercaya untuk menjadi seorang anak negara yang nantinya harus mengabdikan
diri secara kaffah kepada negara yang
telah membesarkannya. Sekarang itu telah terjadi, saya sudah menjadi seorang
praja dan tidak ada alasan untuk masih merasa “belum menyangka”. Tidak ada kata
mundur karena memang sudah terlambat dan tidak perlu untuk mundur. Bagaimana
nanti tergantung bagaimana persiapan saya saat ini.
Kekerasan masih ada gak? Otak dan hati ku dengan kompak
menjawab “ Itu dulu”.*teguh ilham,
kesatrian IPDN.
subhanallah..
BalasHapustetap istiqomah dgn niatnya diks..
pertiwi menunggu peluhmu. :D
terimakasih kak,insyaallah saya konsisten dg apa yg telah saya tulis kak..
BalasHapusoia kak,, ini alamat blognya prof sadu kak http://www.ipdn.ac.id/wakilrektor/
maaf atas keterlambatannya ya kak..
setuju aden sama waang..
BalasHapusthks ikaaaammmm ...
BalasHapushaduh....sangat bijak banget jawaban kakak praja....good luck ya..........moga selalu bisa mengharumkan bangsa ini
BalasHapusnurhiqmah " amiinnn.. semoga kita semua bisa menunjukkan yang terbaik bg bangsa ini yaa.. :)
BalasHapusya
BalasHapus