Sabtu, 28 Mei 2011

Untuk Apa Saya di IPDN? (Antara Logika dan Hati)

Entah sudah berapa kali kalimat itu menggantung di pikiran saya. Sebuah kalimat yang mungkin dari segi struktur bahasa boleh dibilang sangat sederhana dan mudah dimengerti maksudnya. Sederhana struktur bahasanya tapi sangat sulit untuk dijawab secara jujur, itu kalau menurut saya, entah kalau orang lain. Ketika saya SMA ( saat pertama kali saya mengenal IPDN) alasan sederhana saya ingin mendaftar di sana adalah karena kuliahnya gratis. Alasan lain adalah karena ingin merantau jauh ke negeri orang (maklum saya orang minang yang suka merantau), itu pikiran anak SMA. Ketika sudah lulus SMA dan mendaftar sebagai calon praja IPDN, alasan tersebut kemudian mengalami sedikit pergeseran. Saya ingin menjadi PNS. Ya, alasan yang mengkin umum untuk semua orang karena menganggap bahwa PNS adalah pekerjaan yang mungkin dianggap aman dan tanpa “resiko”.
Saya tidak ingin munafik karena sampai tulisan ini saya ketik alasan tersebut masih melayang-layang di benak saya. Antara keinginan yang kuat untuk mendapatkan pekerjaan yang “aman” dengan tujuan luhur untuk benar-banar mengabdi kepada rakyat. Mengabdi?, banyak orang yang menganggap ini terlalu sok-sokan. Hanya omong kosong jika tujuan menjadi PNS hanya untuk mengabdi, begitu anggapan mereka, mungkin juga saya.
Tapi itu semua yang berbicara adalah akal saya, hati saya tetap berkata lain. Ia mengatakan dengan jelas bukankah fasilitas yang kita terima semua berasal dari negara yang dipungut dari pajak masyarakat. Jadi, apakah tidak wajar jika mereka meminta pengabdian kita?. Pasti kita semua  mengatakan wajar lalu kita timpali dengan kalimat penyanggah “tapi kenyataan di lapangan sangat sulit dilakukan”.
Lalu akal ini berpikir lagi, memang sulit ternyata. Buktinya banyak di antara orang-orang yang konon dahulu merupakan mahasiswa-mahasiswa yang idealis, tapi ketika telah masuk ke dunia birokrasi, apalagi politik ternyata tidak sanggup untuk mempertahankan keidealisannya. Tapi hati ini berbisik lagi, “banyak kan tidak berarti semua”. Kenapa saya tidak mencoba untuk menjadi orang yang sedikit itu?. Otakku bungkam.
Beberapa hari yang lalu, dosen saya mengajarkan tentang kenaikan pangkat PNS. Saat itu kami pun diajari tentang trik-trik untuk dapat naik pangkat secepat-cepatnya. Karena ini masalah karir ke depan, saya pun mendengarkan dengan sangat antusias sekali. Setelah mengetahui caranya, pikiran saya pun melayang untuk membayangkan betapa enaknya jika dalam usia muda sudah memiliki pangkat dan jabatan yang tinggi. Hati saya kemudian tak terima, apakah tujuan PNS adalah untuk mendapatkan pangkat dan jabatan yang tinggi?. Sebuah jawaban polos lalu terlontarkan, bukan, pangkat dan jabatan hanyalah jalan, sedangkan tujuannya adalah bermanfaat bagi masyarakat.
Di sini saya diajarkan banyak hal yang mungkin orang lain menganggapnya aneh termasuk saya ketika awal dulu. Berjalan harus menunggu yang lain untuk berbaris, ada berbagai jalan yang dilarang untuk dilewati praja (padahal jalan yang dilarang tersebut bisa menyingkat waktu untuk sampai ke tujuan), ketika berpapasan dengan senior atau pegawai lainnya harus hormat, dan masih banyak lagi yang membuat saya bingung (ketika itu). Belakangan akhirnya saya tahu banyak makna filosofis yang terkandung di dalamnya. Berjalan dengan berbaris bersama-sama dengan teman ternyata dimaksudkan untuk melatih kebersamaan (kebersamaan dalam hal baik tentunya), banyak jalan yang dilarang untuk dilewati ternyata mengandung pesan agar dalam mencapai tujuan janganlah memakai “jalan pintas”, dan ketika berpapasan dengan senior atau pegawai lain harus hormat, ternyata dimaksudkan agar mempunyai sikap respek dan loyal terhadap pimpinan. Wah, masih banyak lagi sebenarnya yang ingin saya ceritakan.
Dari dulu saya masih belum menyangka bahwa saya bisa dipercaya untuk menjadi seorang anak negara yang nantinya harus mengabdikan diri secara kaffah kepada negara yang telah membesarkannya. Sekarang itu telah terjadi, saya sudah menjadi seorang praja dan tidak ada alasan untuk masih merasa “belum menyangka”. Tidak ada kata mundur karena memang sudah terlambat dan tidak perlu untuk mundur. Bagaimana nanti tergantung bagaimana persiapan saya saat ini.
Kekerasan masih ada gak? Otak dan hati ku dengan kompak menjawab “ Itu dulu”.*teguh ilham, kesatrian IPDN.

Rabu, 11 Mei 2011

CONTOH PIDATO WALIKOTA TENTANG HARI KESADARAN NASIONAL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BUKITTINGGI


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salam Sejahtera untuk kita semua,

Puji syukur kehadirat Allah SWT, tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah melimpahkan anugrah kesehatan dan kesempatan kepada kita semua sehingga kita sebagai aparatur pemerintahan Kota Bukittinggi masih sanggup untuk menghadiri Upacara Hari Kesadaran Nasional yang dilaksanakan secara rutin setiap tanggal 17 di Lapangan Balaikota ini.
Upacara yang kita selenggarakan setiap bulan ini janganlah dianggap sebagai formalitas belaka karena upacara dalam rangka memperingati Hari Kesadaran Nasional ini seyogyanya memiliki nilai yang sangat luhur dalam membangkitkan semangat dan mengingatkan kita sebagai abdi masyarakat yang mempunyai fungsi utama yaitu memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.
Dengan Hari Kesadaran Nasional ini, setiap aparatur negara bisa menyadari dirinya sebagai pelayan masyarakat dan bisa mengembangkan semangat patriotisme kebangsaan. Mudah – mudahan dengan upacara ini, bisa memberikan kesadaran kepada seluruh aparatur negara agar dapat melayani masyarakat dan dapat mengelola berbagai dinamika sosial yang ada ditengah-tengah kehidupan masyarakat secara arif dan bijaksana, sehingga setiap persoalan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Untuk mewujudkan fungsi pelayanan tersebut setiap aparatur pemerintahan khususnya di lingkungan Pemerintah Kota Bukittinggi harus meningkatkan kemampuan dan pemahaman dari setiap peraturan. Adanya penyimpangan dalam praktek pelayanan masyarakat tidak hanya disebabkan oleh faktor kesengajaan namun sering terjadi karena adanya salah prosedur administrasi dan bedanya pemahaman terhadap peraturan. oleh karena itu saya menghimbau kepada setiap aparatur pemerintah agar dapat memahami sebuah peraturan dengan baik. Melalui berbagai sosialisasi, bintek, dan penandatangan pakta integritas yang telah dan akan kita lakukan. Saya  berharap kesalahan – kesalahan pemahaman tersebut bisa hilang sehingga pelayanan kepada masyarakat pun bisa diberikan secara maksimal.

Para peserta upacara yang saya hormati,
Paradigma kepemerintahan saat ini menempatkan birokrasi sebagai abdi masyarakat dan abdi Negara. Dengan demikian posisi aparatur pemerintah menjadi pelayanan dan fasilitator yang baik ter-utama dalam upaya mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia diantaranya untuk melindungi mencerdaskan dan mensejahterakan masyarakat.
Dalam tatanan praktis hal tersebut menuntut kejelian dari seluruh aparatur pemerintah untuk senantiasa responsif terhadap harapan-harapan yang berkembang di masyarakat sehingga hasil-hasil pembangunan akan memberi dampak positif terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.  Untuk itu perumusan dan perencanaan pembangunan mulai dari tingkat kelurahan sampai tingkat Kota harus mampu meng-akomodasi aspirasi masyarakat tanpa kehilangan sinerjitas dengan program-program yang menjadi prioritas dan unggulan Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Daerah.
Dalam melayani masyarakat fenomena yang berkembang saat ini pada umumnya yakni tuntutan masyarakat terhadap sikap dan perilaku aparatur pemerintah yang ramah, santun dan bersifat mengayomi jauh dari sikap arogan dan ingin menang sendiri. Karena dengan sikap demikian akan mendekatkan hubungan emosional antara masyarakat dengan aparatur pemerintah yang pada akhirnya akan meningkatkan kesatuan dan persatuan bangsa. Hal ini sesuai dengan makna dan implementasi dari pelaksanaan upacara bendera hari kesadaran nasional yang sedang kita peringati ini.
Untuk itu setiap SKPD di lingkungan Pemerintah Kota Bukittinggi mulai dari tahap perencanaan agar melakukan kajian secara mendalam baik secara administratif maupun normatif dengan memerhatikan berbagai peraturan dan per-undang-undangan yang berlaku supaya tidak tersandung masalah. Karena melaksanakan tugas kedinasan dengan baik sesuai aturan dan per-undang-undangan yang berlaku merupakan salah satu upaya mencapai kebenaran melalui ilmu pengetahuan yang dimiliki.
Pencapaian keberhasilan dalam melaksanakan tugas dilandasi niat yang tulus untuk melakukan perubahan kehidupan masyarakat yang lebih baik merupakan salah satu bentuk pengabdian praktis aparatur pemerintah terhadap bangsa dan Negara. Berbagai kelemahan dalam pelaksanaan kegiatan tahun lalu dapat dijadikan umpan balik untuk bekerja lebih baik pada tahun mendatang.

Para peserta upacara yang saya hormati,
Saya selaku pimpinan daerah senantiasa memberi apresiasi yang tinggi terhadap kinerja segenap aparat di lingkungan Pemerintah Kota Bukittinggi.  Sampai saat ini saya menilai mayoritas aparat di lingkungan Pemerintah Kota Bukittinggi telah melaksanakan tugas secara optimal dengan baik sehingga dalam aspek-aspek tertentu telah menunjukan hasil yang cukup memuaskan semua pihak.
Keseriusan aparat Pemerintah Kota Bukittinggi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik bersih dan bebas KKN telah dilakukan secara optimal. Antara lain dengan telah dilaksanakan Pakta Integritas bagi para pimpinan SKPD beberapa waktu yang lalu sebagai peng-ejawantahan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Kita harus bisa membuktikan kepada masyarakat Kota Bukittinggi bahwa kita benar-benar serius dalam memberikan pelayanan kepada mereka sehingga kepercayaan yang besar dari mereka kepada kita dapat kita raih. Kepercayaan (trust) dari mereka adalah merupakan suatu modal sosial (social capital) yang sangat penting bagi kita dalam menjalankan fungsi kepemerintahan.
Semoga dengan momentum peringatan Hari Keadaran Nasional ini kita mampu meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kita sebagai aparatur pemerintahan sehingga Good Government dan Clean Government dapat terwujud di lingkungan Pemerintah Kota Bukittinggi ini.
Sekian dan terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Jumat, 06 Mei 2011

Penerimaan Calon Praja IPDN Tahun Ajaran 2011/2012

Pengukuhan Pamong Praja Muda oleh SBY
Berdasarkan surat Menteri Dalam Negeri Nomor 892.1/1245/SJ tanggal 06 April 2011 tentang Penerimaan Calon Praja IPDN Tahun Ajaran 2011/2012,diberitahukan bahwa Pemerintah Daerah se Indonesia pada tahun ajaran 2011/2012 membuka kesempatan bagi putera puteri Warga Negara Indonesia mengikuti pendidikan tinggi kepamongprajaan (Diploma IV) pada Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN).

Adapun ketentuan penerimaan Calon Praja (Capra) IPDN Tahun Ajaran 2011/2012 sebagai berikut :

I. Syarat Dan Tata Cara Pendaftaran

A. Persyaratan Pelamar/Calon Peserta seleksi meliputi :

1) Warga Negara Indonesia;

2) Usia per tanggal 1 September 2011, minimal usia 17 tahun 8 bulan :

a. Pelamar umum maksimal 21 (dua puluh satu) tahun;

b. Pelamar dari PNS dan Tugas Belajar berumur maksimal 24 (duapuluhempat) tahun dan mempunyai masa kerja minimal 2 (dua) tahun.

3) Tinggi badan pelamar pria minimal 160 cm dan wanita minimal 155 cm;

4) Tahun Ijazah/Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) Sekolah Menengah Atas; (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) pendaftar, yaitu tahun 2009 dan 2010, bagi pelamar umum;

5) Tidak bertato atau bekas tato dan bagi pelamar Pria tidak ditindik atau bekas ditindik telinganya atau anggota badan lainnya, kecuali karena ketentuan agama/adat;

6) Nilai rata-rata Ijazah/Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) minimal 7,00;

7) Tidak menggunakan kaca mata/lensa kontak minus;

8) Bagi pendaftar yang masih duduk di kelas XII pada tahun 2011, dapat mendaftarkan diri dengan menyertakan surat keterangan yang ditandatangani dan disahkan Kepala Sekolah yang menyatakan bahwa yang bersangkutan masih duduk di kelas XII;

9) Surat Keterangan Catatan Kepolisian dari kepolisian tingkat Kabupaten/Kota Setempat;

10) Surat Keterangan berbadan Sehat dari RSUD setempat;

11) Surat Pernyataan belum pernah menikah/kawin, hamil/melahirkan yang diketahui orang tua/wali dan disahkan Kepala Desa/Lurah setempat;

12) Surat pernyataan sanggup tidak menikah/kawin selama mengikuti pendidikan yang diketahui oleh orang tua/wali yang dinyatakan secara tertulis di atas kertas bermaterai Rp. 6.000,-

13) Surat Pernyataan bersedia mentaati Peraturan Kehidupan Praja yang dinyatakan secara tertulis di atas kertas bermaterai Rp. 6.000,-;

14) Surat Pernyataan bersedia mengembalikan seluruh biaya pendidikan yang telah dikeluarkan pemerintah dikarenakan mengundurkan diri, diberhentikan dan/atau melanggar peraturan pendidikan yang dinyatakan secara tertulis di atas kertas bermaterai Rp. 6.000,- dandiketahui oleh orang tua/wali; dan

15) Surat Pernyataan bersedia mengikuti proses pendidikan di kampus IPDN Pusat atau Daerah yang dinyatakan secara tertulis di atas kertas bermaterai Rp. 6.000,-

B. Persyaratan Lainnya

1) Foto copy Ijazah/Surat Tanda Tamat Belajar (STTB) Sekolah Menengah Atas (SMA)/Madrasah Aliyah (MA) yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang;

2) Pas photo berwarna menghadap ke depan dan tidak memakai kacamata, ukuran 3×4 cm, sebanyak 5 (lima) lembar;

3) Menyerahkan surat pernyataan yang telah ditentukan; dan

4) Syarat pendaftaran disusun rapih dan dimasukkan ke dalam stopmap berwarna biru.

C. Tempat dan Waktu Pendaftaran

1) Tempat pendaftaran :

Pendafaran dilakukan oleh setiap calon peserta seleksi di Badan Kepegawaian Daerah / Bag Kepegawaian Setda masing-masing

2) Waktu pendataran :

Pandaftaran dilaksanakan setiap hari kerja mulai tanggal 02 Mei 2011 sampai dengan tanggal 15 Mei 2011, Pukul 09.00 WIB s.d 15.30 WIB.

D. Materi Tes Akademik :

1) Pancasila;

2) UUD 1945;

3) Pengetahuan Umum (Sejarah, KebijakanPemerintah, Otonomi Daerah, Hukum, Pengetahuan Dalam dan Luar Negeri);

4) Bahasa Indonesia;

5) Bahasa Inggris;

6) Matematika.

Ralat dikit : Untuk batas usia minimum dihilangkan, berdasarkan radiogram Mendagri Nomor : 892.1/1498/SJ tanggal 26-04-2011, tentang Pemberitahuan Ralat Persyaratan Usia.
Any questions??

Kamis, 05 Mei 2011

PENYERAHAN KEWENANGAAN DARI PEMERINTAH PUSAT KEPADA PEMERINTAH DAERAH


I.                  Pendahuluan
Dalam sistem sentralisasi semua kewenangan ada pada pemerintah pusat yang berarti semua daerah terkooptasi oleh pemerintah pusat. Dalam sistem desentralisasi terjadi penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada daerah. Daerah yang mendapat kewenangan mengatur rumah tangganya sendiri disebut daerah otonom. Pemberian otonomi kepada daerah hakekatnya merupakan manifestasi dari sistem desentralisasi dalam pemerintahan di suatu negara. Konsep desentralisasi itu sendiri di dalam ilmu Administrasi Publik merupakan suatu pendekatan dan teknik manajemen yang berkenaan dengan fenomena tentang pendelegasian wewenang dan tanggungjawab (delegation of authority and responsibility) dari tingkat pemerintah yang lebih tinggi kepada tingkat yang lebih rendah. Kebijakan desentralisasi menyangkut perubahan hubungan kekuasaan di berbagai tingkat pemerintahan. Menurut Bird dan Vaillacort (2000), ada tiga variasi desentralisasi dalam kaitannya dengan derajat kemandirian pengambilan keputusan yang dilakukan daerah, yaitu :
1.      Desentarlisasi berarti pelepasan tanggung jawab yang berada dalam lingkungan pemerintah pusat kepada instansi vertical di daerah atau kepada pemerintah daerah.
2.      Delegasi behubungan dengan suatu situasi, yaitu daerah bertindak sebagai perwakilan pemerintah untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu atas nama pemerintah.
3.      Devolusi (pelimpahan) berhubungan dengan suatu situasi yang bukan saja implementsi tetapi juga kewenangan untuk memutuskan apa yang perlu dikerjakan, berada di daerah.
Beberapa ahli lainnya  seperti Siedentopf (1987), dan Mills (1991) juga menggunakan istilah desentralisasi untuk pengertian yang luas. Menurut mereka istilah desentralisasi mencakup baik desentralisasi administrative maupun desentralisasi politik.
Desentralisasi Administratif atau sering juga disebut dengan dekonsentrasi adalah pendelegasian sebagian kekuasaan administrative kepada pejabat-pejabat birokrasi atau aparat pemerintah pusat yang ditempatkan di lapangan (wilayah). Aparat ini tidak mempunyai kekuasaan politik untuk membuat suatu keputusan tau kebijakan publik. Yang mereka miliki hanyalah kewenangan administratif untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan di pusat.
Desentralisasi politik atau devolusi berarti pendelegasian sebagian wewenang dan tanggung-jawab membuat keputusan dan pengendalian atas sumberdaya kepada instansi pemerintah regional yang memiliki lembaga perwakilan dan memiliki kekuasaan pemerintah.


II.               Analisis Penyerahan Kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah
Ada dua tujuan utama yang ingin dicapai melalui kebijakan desentralisasi yaitu tujuan politik sebagai refleksi dari proses demokratisasi dan tujuan kesejahteraan. Tujuan politik akan memposisikan Pemda sebagai medium pendidikan politik bagi masyarakat di tingkat lokal yang pada gilirannya secara agregat akan berkontribusi pada pendidikan politik secara nasional untuk mempercepat terwujudnya civil society. Sedangkan tujuan kesejahteraan akan memposisikan Pemda sebagai unit pemerintahan di tingkat lokal yang berfungsi untuk menyediakan pelayanan publik secara efektif, efisien dan ekonomis untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Pelayanan yang disediakan Pemda kepada masyarakat ada yang bersifat regulative (public regulations) seperti mewajibkan penduduk untuk mempunyai KTP, KK, IMB dan sebagainya. Sedangkan bentuk pelayanan lainnya adalah yang bersifat penyediaan public goods yaitu barang-barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat seperti jalan, pasar, rumah sakit, terminal dan sebagainya. Apapun barang dan regulasi yang disediakan oleh Pemda haruslah menjawab kebutuhan riil warganya.
Daerah Otonom diberi wewenang untuk mengelola urusan pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah. Seluas apapun Otonomi Daerah, tetap ada dalam batas dan ruang lingkup wewenang Pemerintah. Pemerintah Pusat yang mengatur hubungan antara Pusat dan Daerah yang dituangkan dalam Peraturan Perundangan yang bersifat mengikat kedua belah pihak. Namun dalam pengaturan hubungan tersebut haruslah memperhatikan aspirasi Daerah sehingga tercipta sinerji antara kepentingan Pusat dan Daerah. Agar terwujud distribusi kewenangan mengelola urusan pemerintahan yang efisien dan efektip antar tingkatan pemerintahan, maka distribusi kewenangan mengacu pada kriteria sebagai berikut:
a) Externalitas; unit pemerintahan yang terkena dampak langsung dari pelaksanaan suatu urusan pemerintahan, mempunyai kewenangan untuk mengurus urusan pemerintahan tersebut;
b) Akuntabilitas; unit pemerintahan yang berwenang mengurus suatu urusan pemerintahan adalah unit pemerintahan yang paling dekat dengan dampak yang ditimbulkan dari pengelolaan urusan tersebut. Ini terkait dengan pertanggung jawaban (akuntabilitas) dari pengelolaan urusan pemerintahan tersebut kepada masyarakat yang menerima dampak langsung dari urusan tersebut. Urusan lokal akan menjadi kewajiban Kabupaten/ Kota untuk mempertanggung jawabkan dampaknya. Urusan yang berdampak regional akan menjadi tanggung jawab Provinsi dan urusan yang berdampak nasional akan menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat;
c) Efisiensi; pelaksanaan otonomi daerah adalah untuk kesejahteraan rakyat.

Untuk itu pemberian kewenangan kepada Daerah untuk mengurus suatu urusan pemerintahan janganlah sampai menciptakan in-efiensi atau high cost economy. Untuk mencapai efisiensi maka diperlukan skala ekonomi (econimies of scale) dalam pelaksanaannya. Pencapaian skala ekonomi terkait dengan luasan cakupan wilayah
(catchment area) dimana urusan pemerintahan tersebut dilaksanakan.

Untuk mencapai skala ekonomi tersebut, maka perlu dilakukan kerjasama antar daerah untuk optimalisasi pembiayaan dari penyelenggaraan urusan tersebut.
Dalam penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan tersebut terdapat adanya inter-koneksi dan inter-dependensi karena keterkaitan dari urusan pemerintahan tersebut sebagai suatu "system". Urusan yang menjadi kewenangan Pusat tidak akan berjalan optimal apabila tidak terkait (inter¬koneksi) dengan Provinsi dan Kabupaten/ Kota. Demikian juga sebaliknya. Untuk itu maka diperlukan adanya koordinasi untuk menciptakan sinerji dalam melaksanakan kewenangan mengelola urusan-urusan tersebut. Namun demikian setiap tingkatan pemerintahan mempunyai kewenangan penuh (independensi) untuk mengelola urusan pemerintahan yang menjadi domain kewenangannya. Sebagai ilustrasi; jalan negara yang menjadi kewenangan Pusat tidak akan optimal apabila tidak terkait dengan jalan Provinsi yang menjadi kewenangan Provinsi menggelolanya. Jalan Provinsi juga tidak akan optimal apabila t:dak terkait dengan jalan Kabupaten/Kota. Secara keseluruhan jaringan jalan tersebut merupakan suatu "sistem jalan" yang didukung oleh sub sistem jalan Negara, Plan Provinsi clan jalan Kabupaten/Kota. Setiap tingkatan pemerintahan tersebut mempunyai kewenangan penuh (independent) untuk mengelola " jalan" yang menjadi domain kewenangannya. Namun dalam menjalankan kewenangannya masing-¬masing, harus ada koordinasi diantara ketiga tingkatan pemerintahan tersebut, agar jalan sebagai suatu sistem dapat berfungsi secara optimal.

                        Hubungan kewenangan antara daerah otonom Provinsi dengan daerah otonom Kabupaten/Kota tidaklah hirarkhis. Provinsi mempunyai kewenangan mengurus urusan-urusan pemerintahan yang bersifat antar Kabupaten/Kota (regional) yang berdampak regional. Sedangkan Kabupaten/Kota mempunyai kewenangan menangani urusan-urusan pemerintahan yang berskala lokal yang dampaknya lokal. Keterkaitan antara kewenangan dan dampak adalah untuk menjamin akuntabilitas dari penyelenggaraan otonomi daerah tersebut. Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota akan bertanggung jawab atas urusan¬-urusan pemerintahan yang berdampak lokal. Pemerintah Daerah Provinsi akan bertanggung jawab atas urusan-urusan pemerintahan yang berdampak regional.
Pemerintah Pusat bertanggung jawab secara nasional untuk menjamin agar otonomi daerah dapat berjalan secara optimal. Konsekwensinya Pemerintah bertanggung jawab untuk mengawasi, memonitor, mengevaluasi dan memberdayakan Daerah agar mampu menjalankan otonominya secara efektip, efisien, ekonomis dan akuntabel. Untuk supervisi dan fasilitasi terhadap pelaksanaan otonomi di tingkat Provinsi dilakukan langsung oleh Pemerintah. Sedangkan untuk melakukan kegiatan supervise dan fasilitasi terhadap pelaksanaan otonomi di tingkat Kabupaten/Kota, mengingat kondisi geografis Indonesia yang sangat luas, tidak akan efektip dan efisien kalau dilakukan langsung oleh Pemerintah. Untuk itu Pemerintah berdasarkan prinsip "dekonsentrasi" menugaskan Gubernur selaku wakil Pemerintah di Daerah untuk melakukan kegiatan supervise dan fasilitasi tersebut.
Adalah sulit bagi Gubernur secara pribadi untuk melakukan tugas supervisi dan fasilitasi tersebut. Untuk itu seyogyanya Gubernur memerlukan adanya perangkat dekonsentrasi untuk membantu pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya selaku wakil Pusat di daerah. Untuk mencegah salah persepsi bahwa tujuannya bukan untuk menghidupkan Kanwil dimasa lalu, maka perangkat tersebut lebih optimal berbentuk jabatan fungsional yang bertugas membantu Gubernur secara sektoral ataupun limas sektor yang serumpun seperti ahli kesehatan, ahli pendidikan, ahli kehutanan, ahli keuangan dsb sesuai dengan "magnitude" pembinaan dan pengawasan yang diperlukan oleh Gubernur sebagai wakil Pusat di daerah. Perangkat dekonsentrasi tersebut sifatnya membantu kelancaran tugas Gubernur untuk melakukan supervisi dan fasilitasi terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di wilayahnya dalam melaksanakan otonominya. Pembiayaan dari Gubernur dan perangkat dekonsentrasi yang membantunya dibebankan kepada Pemerintah Pusat melalui APBN.

III.           Penutup
Penerapan  model desentralisasi dalam pengaturan  di Indonesia menjadi sumber adanya otonomi daerah. Salah satu filosofi dari otonomi daerah adalah semakin mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.  Otonomi daerah semestinya dapat  membuat masyarakat meningkat kesejahteraannya. Hal ini tidak berlebihan karena dengan otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah  dapat lebih sensitif terhadap persoalan yang ada di daerahnya. Agar tujuan mulia penyerahan sebagian kewenangan pusat kepada daerah dapat tercapai maka diperlukanlah variabel lain yang sangat menentukan, yaitu profesionalisme dari aparatnya. Tanpa adanya profesionalisme dalam penyelenggaraan otonomi daerah tersebut maka bukannya efektifitas pemerintahan yang terwujud tapi yang terjadi adalah DESENTRALISASI KORUPSI DARI PUSAT KE DAERAH.